Day 1 of 99
Manusia
senantiasa diliputi prasangka yang jika tidak berupa prasangka baik, maka
berupa prasangka buruk. Sayangnya, prasangka baik sulit didapati kekinian. Saya
malah mendapati kebanyakan prasangka manusia adalah prasangka buruk. Prasangka
ini seringkali dibiarkan berkembang terburu-buru tanpa diimbangi dengan
analisis mendalam terhadap fakta. Manusia seringkali larut dengan hal-hal yang
ada di permukaan. Prasangka membuat yang samar menjadi semakin samar hingga tak
terlihat. Tidak berlebihan jika saya berpendapat bahwa prasangka adalah pangkal
manusia menjadi tidak bijaksana. Bukankah Allah telah
ingatkan kita mengenai prasangka dalam firman-Nya?
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu
mempergunjingkan sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha penerima
taubat lagi Maha penyayang.” (TQS. Al-Hujurat : 12)
Maka tentu setelah
menyimak peringatan Allah di atas, menjauhi dari banyak prasangka adalah tindakan
bijaksana. Terutama saat manusia dengan akalnya yang lemah dan terbatas, dalam
sekejap terburu-buru menyimpulkan prasangkanya dengan penilaian benar dan
salah.
Sungguh,
kesimpulan yang benar didapat bukan melalui prasangka, melainkan melalui pandangan
yang jernih. Mulailah dengan menyamakan frekuensi layaknya saat akan mendengar
radio. Jika frekuensinya belum tepat, maka tak akan kita dengar jernihnya suara
radio. Mulailah juga dengan mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan ini berulang
kali sebelum mulai menjudge. Sudahkan
kita ikhlas mendengarkan ketika ada yang bicara? Sudahkah kita benar-benar memahami
cara pandang orang lain? Sudahkah kita memandang dengan sudut pandang orang
lain, bukan hanya dengan sudut pandang kita?
Selanjutnya, bersabarlah
dan berpikir matang. Bersabarlah untuk menahan emosi kita. Bersabarlah ketika
didzalimi. Berikanlah maaf ketika ada yang menghina. Berbuatlah kebaikan ketika
disakiti. Bersikap lembutlah ketika dikasari. Berikanlah nasihat kebaikan
ketika dicemooh. Ini adalah sikap sabar yang sesungguhnya. Sabar bukan berarti
diam lantas meratap. Sabar sesungguhnya senantiasa diiringi dengan kesediaan
untuk berubah. Berpikir matang adalah ketika pemikiran kita senantiasa
dilandasi hukum syara. Berpikir matang tentu akan menghindarkan kita dari
tindakan gegabah dan sia-sia akibat prasangka.
Jika prasangka masih
menyelimuti diri, bertekadlah untuk mengintrospeksi diri. Siapkanlah diri untuk
membenahi kekurangan kita. Instrospeksi diri akan semakin mengarahkan diri
kepada kebijaksanaan jiwa. Menggerus keberadaan prasangka.
Terakhir, Jangan lupa
untuk senantiasa berdo’a dan mendo’akan diri ini agar terhindar dari lubang
prasangka. InsyaAllah, dengan
melaksanakan cara-cara di atas manusia akan terbebas dari prasangka buruk hingga
menjadikannya manusia bijaksana lagi luhur budinya.
No comments:
Post a Comment