0
[Catatan Harian] Nasehat dari Ayah
Posted by Unknown
on
22:54
in
catatan harian,
kehidupan mahasiswa,
laugh,
live,
love,
nasehat,
puzzle kehidupan
Kurasakan,
aku tak pernah benar-benar dewasa,
Ada saat
dimana kelakuan childishku muncul,
Walau
katanya aku sudah mampu memutuskan jalanku sendiri,
Tapi tetap,
aku membutuhkan sebuah nasehat, sebuah dukungan,
Yang akan
menguatkanku lebih...
Dan saat aku
terjatuh, ulurkanlah sekali lagi tanganmu...
Ayah, Ibu...
Pernah ada saat dimana kita berada
dalam keadaan kacau. Kelelahan yang sangat berarti hingga kepala seakan-akan
pecah. Bernafas saja sesak. Benar-benar terasa bahwa penghidupan ini sangaaat
sempit. Maka di sanalah aku kembali. Serang Sarange
(Serang yang Kucintai). Tak ada tempat yang paling indah. Indah karena keluargaku
berdomisili di sana. Tempatku dilahirkan.
Tak ada tempat yang sangat menerimaku seperti
di tempat ini. Membuka pintu lebar-lebar walau kehadiranku tak jarang
merepotkan. Semua kekurangan dan sedikit kelebihanku tak menjadi masalah. Tak
perlu banyak waktu, maka beban berat ini seakan terangkat. Aku bisa berpikir
lebih jernih, tak ditekan dan digerogoti oleh perasaan. Tapi itu semua ternyata
tidak cukup untuk menutup luka dihati. Aku tak pernah benar-benar tahu akar
masalah yang kuhadapi. Aku hanya berada dalam gelembung kegembiraan keluarga. Tapi
saat aku harus kembali, maka gelembung itu harus kupecahkan, dan masalah
kembali merasuki kehidupan.
Kau tahu? Aku akhirnya membenarkan bahwa ada
orang-orang yang bisa membaca pikiran. Kutemui faktanya dalam keluargaku,
mereka memang bukan peramal, tapi mampu membaca kegelisahan yang tak tampak. Masalah
besar yang sedang kuhadapi.
Ayah bukan peramal, tapi ayah tahu apa yang
terjadi pada anaknya. Sambil mengurus tanamannya kala itu, ayah memberi dua
buah nasehat yang membuatku terhenyak. Membuka kunci laci ketabahan yang selama
ini menguatkanku.
Nasehat pertama
: Jika masih tersisa rasa ngga enak di dalam hatimu. Maka belajarlah untuk
berkata tidak.
Nasehat pertama yang sangat menusuk. Aku seperti
terlahir dengan kutukan ―jika bisa kukatakan demikian― tak mampu tegas berkata
tidak. Maka semua yang diminta kukerjakan hingga akhirnya seringkali aku
tersesat dalam jalan yang bukan merupakan tujuan hidupku.
Akan kuingat. Aku akan belajar mengatakan
tidak.
Nasehat kedua
: Apa yang ada dalam dunia ini tidak selalu sesuai dengan apa yang kau
harapkan. Jangan menilai orang terlalu baik dan sempurna. Jika kelak kau
menemukan sedikit kecacatan pada orang itu. Maka hanya kekecewaan yang kau
dapat.
Nasehat kedua ini menyentuh ambang batasku. Aku
tak mampu lagi menahan tangisku. Walau hari itu sangat cerah, tapi kurasakan
hujan di mataku. Hujan yang sangat deras. Mataku kini terbuka akan akar masalah
yang kuhadapi. Sesuatu yang telah lama menjadi misteri kini terkuak sudah.
Aku kini tahu kemana aku harus melangkah dan
apa yang harus kuperbaiki pada diri ini. Aku siap menatap lagi matahari dan
tersenyum pada dunia dengan aku yang baru. Bukan aku yang tak mampu berkata
tidak. Bukan aku yang selalu dihadapkan pada kekecewaan ―yang menggerogoti
separuh perasaanku― akan kekurangan orang yang kuanggap sempurna. Aku akan
mencintai dan menilai orang secara sederhana. Hingga aku pun hanya tidak menyukainya
secara sederhana. Mulai detik ini.
Dan detik-detik selanjutnya adalah ucapan rasa
syukur atas apa yang telah Allah SWT titipkan padaku. Sebuah keluarga ideal. Ayah,
ibu, dan adik yang sangat mengerti aku. Bahkan ada saat dimana adikku terlihat
lebih dewasa dariku.
Post a Comment