5

[Islamologi] Silaturahmi dalam Bingkai Reuni. Benarkah?


            Untuk seorang yang telah melewati beberapa fase pendidikan sepertiku, pasti selalu bersinggungan dengan kata “reuni”. Dan ini menjadi sebuah beban berat tatkala aku dihadapkan dengan permintaan silaturahmi berbingkai reuni.

            Banyak alasan untuk menolak yang kukemukakan terkait hal biasa yang satu ini. Kenapa aku menolak? Woles, selalu ada alasan syar’i dibalik keenggananku bertemu dengan teman lama. Bukan karena aku sombong, atau seperti peribahasa kacang lupa kulitnya.

            Aku berbicara tentang peranku sebagai seorang muslimah dan hamba Allah. Aku terikat peraturan islam. Bukan sebagai seorang manusia sekuler yang memisahkan ranah agama dalam kontekstual dirinya sendiri dengan kehidupan bermasyarakat.

            Islam mengajarkan bahwa bersilaturahmi merupakan perkara wajib, yang bila dilanggar maka akan mendapat dosa di sisi Allah SWT. Tapi kita harus tahu, bahwa konteks silaturahmi dalam islam adalah menjaga hubungan baik dengan kerabat yang berstatus rahim-mahram. Bagaimana dengan menjaga hubungan yang satu rahim tapi non-mahram? Islam menghukuminya tidak wajib.

            Dari konteks di atas dapat kita pahami bahwa reuni hukumnya haram jika kita melakukan aktivitas ini dengan orang yang bukan mahram. Kenapa? Karena, orang yang bukan mahram, haram hukumnya ber-khalwat (berdua-duaan) dengannya; haram melihat, selain wajah dan kedua telapak tanganya; juga haram melakukan ikhtilâth (bercampur-baur antara pria dan wanita) dengannya.

            Ini jauh bertentangan dengan fakta reuni kekinian, dimana kita ditempatkan di tempat yang sama antara pria dan wanita (=ikhtilâth), membicarakan keadaan, dan melepaskan kerinduan.

            Apakah akhirnya reuni saklek haram? Inilah istimewanya islam dengan keluasan hukum syara’nya. Konteks reuni bisa diartikan sunnah tatkala kita tidak melanggar aturan khalwat dan ikhtilâth. Artinya reuni hanya terjadi antara laki-laki dan teman laki-lakinya serta perempuan dengan teman perempuannya.

            Hal syar’i inilah yang akhirnya menjadikan alasan bagiku untuk tidak terlibat dalam aktivitas reuni. Bukan karena aku sombong, atau seperti peribahasa kacang lupa kulitnya. Ini adalah Islam, agama yang telah kupilih dengan pertimbangan amat matang.

            Jika aku bisa menjunjung tinggi aturan yang ada dalam kampus Padjadjaran tercinta. Kenapa aku harus melalaikan aturan sempurna Islam yang akan mengantarkanku pada S.U.R.G.A.? tentu dibutuhkan kesabaran ekstra untuk menundukkan hati ini dalam melaksanakan aturan Islam yang sangat bertentangan dengan kehidupan bermasyarakat Islam. Tapi, bukankah menelan kesabaran memang pahit? Tapi buahnya akan berujung dengan sesuatu yang sangat manis bukan?

Untuk lebih jelas dalil dan hukumnya, bisa dibaca di,

5 Comments


Sangat setuju.


Bismillah...mb anisya...ana ijin copas ya...bermanfaat banget
jazaakillah khairan


Bismillah...mb anisya...ana ijin copas ya...bermanfaat banget
jazaakillah khairan


Sy ijin share ya mba syukron


Ijin share mba,,jazakillah khoir

Post a Comment

Copyright © 2009 Catatan Kecil Untuk Dunia All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.