5
[Islamologi] Silaturahmi dalam Bingkai Reuni. Benarkah?
Posted by Unknown
on
21:11
in
fiqih kontemporer,
islamologi,
puzzle kehidupan,
reuni,
silaturahmi,
silaukhuwah
Banyak alasan untuk menolak yang
kukemukakan terkait hal biasa yang
satu ini. Kenapa aku menolak? Woles, selalu ada alasan syar’i dibalik
keenggananku bertemu dengan teman lama. Bukan karena aku sombong, atau seperti
peribahasa kacang lupa kulitnya.
Aku berbicara tentang peranku
sebagai seorang muslimah dan hamba Allah. Aku terikat peraturan islam. Bukan sebagai
seorang manusia sekuler yang memisahkan ranah agama dalam kontekstual dirinya
sendiri dengan kehidupan bermasyarakat.
Islam mengajarkan bahwa bersilaturahmi merupakan perkara wajib,
yang bila dilanggar maka akan mendapat dosa di sisi Allah SWT. Tapi kita harus
tahu, bahwa konteks silaturahmi dalam
islam adalah menjaga hubungan baik dengan kerabat yang berstatus rahim-mahram. Bagaimana dengan menjaga
hubungan yang satu rahim tapi non-mahram? Islam menghukuminya tidak wajib.
Dari konteks di atas dapat kita
pahami bahwa reuni hukumnya haram
jika kita melakukan aktivitas ini dengan orang yang bukan mahram. Kenapa? Karena, orang yang bukan mahram, haram hukumnya ber-khalwat
(berdua-duaan) dengannya; haram melihat, selain wajah dan kedua telapak
tanganya; juga haram melakukan ikhtilâth (bercampur-baur antara pria dan wanita) dengannya.
Ini jauh bertentangan dengan fakta
reuni kekinian, dimana kita ditempatkan di tempat yang sama antara pria dan
wanita (=ikhtilâth), membicarakan keadaan, dan melepaskan kerinduan.
Apakah akhirnya reuni saklek haram? Inilah
istimewanya islam dengan keluasan hukum syara’nya. Konteks reuni bisa diartikan sunnah tatkala kita tidak melanggar aturan khalwat dan ikhtilâth. Artinya reuni hanya terjadi antara laki-laki dan teman laki-lakinya
serta perempuan dengan teman perempuannya.
Hal syar’i inilah yang akhirnya
menjadikan alasan bagiku untuk tidak terlibat dalam aktivitas reuni. Bukan karena aku sombong, atau seperti
peribahasa kacang lupa kulitnya. Ini adalah
Islam, agama yang telah kupilih dengan pertimbangan amat matang.
Jika aku bisa menjunjung tinggi
aturan yang ada dalam kampus Padjadjaran tercinta. Kenapa aku harus melalaikan
aturan sempurna Islam yang akan mengantarkanku pada S.U.R.G.A.? tentu
dibutuhkan kesabaran ekstra untuk menundukkan hati ini dalam melaksanakan
aturan Islam yang sangat bertentangan dengan kehidupan bermasyarakat Islam. Tapi,
bukankah menelan kesabaran memang pahit? Tapi buahnya akan berujung dengan
sesuatu yang sangat manis bukan?
Untuk lebih jelas dalil dan hukumnya, bisa dibaca di,