0
[Catatan Harian] Kinder- und Jugendliteratur
Posted by Unknown
on
07:16
in
buku bagus,
catatan harian,
kehidupan mahasiswa,
kinder- und jugendliteratur,
puzzle kehidupan,
review,
theo haut ab
Lagi-lagi kubagikan kisahku saat kuliah di semester lima ini.
Dan seperti yang sebelumnya, aku pun akan membagi kisah salah satu mata kuliah
yang kuambil. Inilah yang terjadi ketika kita belajar bahasa. Kita tak hanya
belajar bahasanya saja. I mean, hanya
lancar cap-cis-cus bahasa Jerman.
Kita juga dituntut memahami budaya yang ada. Budaya yang berbeda dengan yang
ada di Indonesia. Jadi kalau ada yang bilang belajar bahasa itu mudah. Detik
itu juga aku akan ―ehmmmmm―
memberikan pandangan Haha saat sedang sebal. Who is Haha? Just search in
Google.
Well, sebenarnya mata kuliah ini
adalah sub bab ―jika bisa kusebut demikian― dari literatur Jerman. Dan semester
ini kami memfokuskan pada Kinder- und Jugendliteratur. Dalam bahasa Indonesia
dikenal sastra anak. Sastra anak ini seperti pemanasan agar kita terbiasa untuk
membaca. “Orang Indonesia, mereka lebih suka facebookan dan twitteran
dibanding membaca”. Kata dosen nativku.
Dan selanjutnya beliau membandingkan dengan orang-orang di negaranya. Aku hanya
diam. Karena ini benar. Kebenaran yang seperti ini yang selalu menyakitkan.
Hehe...
Kami pun mempelajarinya. Dimulai
dari sejarah hingga diskusi kecil. Seperti mereview buku. Dan aku mendapat sebua buku menarik. Begitu menarik
karena bersampul orange ―Just you
know... my favorit colour is still blue― dengan anak kecil dan seorang kakek
dengan latar belakang bianglala besar. Ahh,, judulnya adalah “Theo haut ab”.
Dan setelahnya aku akan tahu bahwa judulnya berbanding terbalik dengan
keceriaan sampul orangenya.
Sampai saat ini aku belum selesai
tuntas membaca. Kami membagi beberapa orang, dan yang kubaca adalah bagianku.
Bagian nyaris terakhir dari bukunya. Karena tak mengerti aku menelusur zusammenfassungnya dan menemukan
beberapa. Lebih terkejut lagi ―setelah tahu arti judulnya― kemudian saat
mengetahui isinya.
Ini adalah buku yang dibaca anak
usia 10 sampai 12 tahun di Jerman. Buku yang bercerita bagaimana seorang anak
bernama Theo. Anak broken home
disebabkan kedua orangtuanya sering bertengkar. Anak yang dikucilkan di
sekolahnya. Dan ia memutuskan untuk pergi dari rumah. Pergi dari beban yang
seharusnya tak ditanggung anak seumurannya.
Bayangkan, dengan tema seperti ini
anak-anak Jerman dituntut untuk melek pada lingkungan kotor disekitarnya. Tema yang sangat tabu. Tema perceraian, tema
perpisahan selamanya, bahkan tema tentang hubungan sesama jenis. Seperti yang
dituliskan dalam buku “Papas Freund” (Pacar laki-laki Papa).
Pertanyaan terbesarku “Apa penyebab
tema-tema tabu ini disampaikan pada anak-anak?” terjawab sudah setelahnya. Ini
adalah sebagai bentuk transparansi, anak-anak pun butuh tahu apa yang terjadi
sebenarnya. Apa yang terjadi di lingkungan mereka. Transparansi ini dipicu
munculnya internet. Setiap orang dapat mengakses apapun termasuk anak-anak. Ini
akan membuat mereka mengerti dan dewasa ―pemikiran dan penyikapannya― lebih
cepat.
Bagaikan bumi dan langit ya dengan
Indonesia. Disini anak kecil tak boleh terluka. Ia seperti memiliki gelembung kehidupan
indah yang diciptakan orangtuanya. Yang disembunyikan rapat-rapat dan baru difloorkan saat usianya sudah 17 tahun. Sinetron
sekali.
Yaah, kalau tanya aku lebih
cenderung kemana. Dengan tegas kukatakan aku cenderung ke Islam. Kok nggak
nyambung? Nyambung tau... Bagaimanapun aku menolak mentah-mentah konsep
transparansi kepada anak yang digaungkan Jerman dan gelembung semu yang
ditawarkan Indonesia. Karena saat aturan Islam diterapkan tidak akan ada
lingkungan kotor yang disebutkan di
atas. Perceraian, perpisahan, dan hubungan tidak wajar. Anak-anak akan
terhindar dari virus-virus liberal. Ingat, Islam mengajarkan keluarga adalah
madrasah pertama bagi anak dan orangtua adalah guru pertamanya. Dan anak-anak
akan tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya. Anak-anak tidak akan diragukan
lagi aqidahnya.
Post a Comment