0

[Catatan Harian] (Tak Ada) Kasta dalam Islam

Posted by Unknown on 17:32 in , , , ,
tuh kan waktu saya searching google dengan ikhwan dan akhwat  yang muncul pasti gambar beginian
(from: 4antum.wordpress.com)
Judul postingan saya sangat jelas to, bahwa tidak ada kasta dalam Islam? Karena sangat jelas, oleh karenanya saya membuat postingan ini. Saya hanya mengingatkan bahwa tidak ada kasta dalam Islam. Literally. Dan jika pun Islam mengenal perbedaan, perbedaan itu lahir dari keimanan pada diri muslim itu sendiri. Walaupun begitu, tampaknya perbedaan ini yang secara tidak sengaja membuat judgment pada manusia. membuat batasan-batasan sangat jelas. Membuat kasta.

Saya mendapati satu fakta sebutan ikhwan dan akhwat. Dalam kamus bahasa arab manapun ikhwan bermakna saudara laki-laki, sedangkan akhwat bermakna saudara perempuan. Ini adalah makna denotatif. Jelas sekali.

Tidak perlu penggalian khusus untuk menyadari bahwa ada konotasi dalam sebutan ikhwan dan akhwat. Konotasi di sini berdasarkan pengertian ke arah semiotika, yaitu makna yang terkontruksi berbeda-beda dengan sendirinya berdasarkan perasaan seseorang. Konotasi yang terbentuk biasanya karena pengaruh budaya dan timbul pada masyarakat tertentu.


Pengertian di atas sangat tepat disandingkan dengan fakta panggilan ikhwan dan akhwat, karena konotasi ikhwan dan akhwat berkembang pesat pada organisasi-organisasi keagamaan. Saya, juga mendapatkan konotasi ikhwan dan akhwat, sejak saya mengikuti rohis di SMA. Yang saya tangkap saat itu, Ikhwan dan akhwat merupakan panggilan (khusus) untuk seseorang yang termasuk ke dalam anggota rohis. Untuk para muslimah lebih terlihat karena panggilan akhwat disematkan untuk muslimah dengan tampilan kerudung syar’i. Dalam artian kerudung ekstra panjang. Wah kalo udah liat perempuan dengan tampilan syar’i atau laki-laki yang ngatung celananya, udah pati ikhwan dan akhwat deh. Dan yang nyeleneh adalah, kami biasa menyebut „cowok biasa“ dan „cewek biasa“ untuk orang-orang di luar kami. Sangat kasta bukan?

Atau saat saya masuk kuliah. Saat saya di wawancara demi menjadi pementor di dkm fakultas, si teteh yang mewawancara takjub karena katanya, sangat sedikit akhwat dari Sastra Jerman. Saya katakan, di sastra jerman lebih banyak akhwat teh dibanding ikhwannya. Lalu si teteh mengklarifikasi bahwa akhwat yang dimaksud adalah perempuan yang “beriman“. Lantas apakah di luar ikhwan dan akhwat secara konotasi, mereka tidak beriman? Oohh please.

Dalam hati saya yang paling dalam, saya tidak menyalahkan konotasi ikhwan dan akhwat, karena pada dasarnya konotasi yang terbentuk adalah konotasi positif. Siapa sih yang ngga mau dicap dengan sebutan yang positif? Tapi, ada tapinya loh, saya merasa bahwa panggilan ikhwan dan akhwat juga kurang ditempatkan secara tepat. Panggilan ini seakan membuat sekat. Membuat jarak di antara kaum muslim yang pada dasarnya adalah satu tubuh. Satu aqidah. Satu saudara. Tidak ada sekat di dalamnya. Sungguh, Panggilan ikhwan dan akhwat merupakan panggilan ahsan untuk siapa pun. Siapa pun selama ia masih seorang muslim. Selama ia masih beriman.

Oleh karenanya, biarlah perbedaan kadar keimanan, hanya Allah saja yang menyematkan predikatnya.



0 Comments

Post a Comment

Copyright © 2009 Catatan Kecil Untuk Dunia All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.