0

[Catatan Harian] Netral

Posted by Unknown on 09:06 in , , ,


Dahulu, sangat kusukai posisi ini,
Tak perlu ku memilih, tak perlu ku memutuskan sesuatu..
Semua sudah ada yang memikirkan...
Tinggal tersisa beres saja..
Itu dahulu, tapi kini....
           

Masih ada yang memilih untuk netral? Ini memang pilihanmu untuk menjadi siapapun atau apapun dirimu. Dan aku pun hanya sekedar membagi pengalaman tentang menjadi netral. Berada di posisi netral.

Dulu, entah mengapa, aku suka sekali berada di posisi netral. Kurasakan banyak keuntungan berada pada posisi ini. Posisi ini bagaikan candu yang mengakar. Menyenangkan rasanya ketika dari mulut ini keluar, “terserah aja deh, aku netral”. Tapi itu dulu...

Memang, ketika pada posisi netral, kita merasa tidak memilih untuk menjadi apapun. Dan bisa jadi, netral berarti tidak memihak pada siapapun. Tapi benarkah? Jika kau merasa menjadi netral bukan sebuah pilihan. Berarti esensi memilih tidak kau ketahui dengan benar. Apapun itu, adalah sebuah pilihan. Termasuk saat kita berada di pihak netral. Pun netral berarti memihak. Memihak untuk berada dalam klasifikasi orang-orang putih. Dan keberpihakan kita pada golongan putih pun menjawab pertanyaan, bahwa netral belum tentu adil.

Memang enak berada di posisi netral. Kita tak diharuskan untuk berpikir. Biar saja orang lain yang memikirkan. Tinggal terima beres. Tak perlu pusing, memilih mana yang paling baik diantara banyak pilihan. Toh yang akhirnya menang, berarti yang otomatis banyak dipilih dan ada indikasi pilihan yang baik di sana. Layaknya demokrasi.

Tapi aku salah. Demokrasi pun tak selalu benar. Dalam demokrasi, suara mayoritas layaknya suara tuhan. Selalu menang. Tapi suara mayoritas belum tentu benar. Misalkan saja, ada 90 orang (maaf) wanita pekerja seks komersial dan 10 orang ulama dipertanyakan masalah pergaulan bebas. Yang mempunyai kesempatan menang jelas para wanita tersebut. Padahal, ulama memilih sesuatu yang benar.

Maka sangat disayangkan sekali ketika kita netral pada kondisi seperti ini. Pada saat kebatilan mengalahkan kebaikan. Walapun memang pada dasarnya, memilih pada kondisi ini juga tidak dapat dibenarkan. Mengapa masih diperlukan voting, ketika kita, umat muslim telah memiliki aturan tentang pergaulan pria dan wanita. Right?

Ada satu saat dimana, aku akhirnya jenuh berada di posisi ini. Sering sekali, seseorang yang berada di posisi netral malah harus menjadi penengah diantara orang-orang yang memihak. Hingga netralers ―orang-orang netral― harus berpikir lebih keras untuk menyatukan pendapat orang-orang yang memihak. Netralers, seakan-akan selalu terjebak dalam lingkungan yang berada di sekelilingnya. Tak bisa berdiri sendiri. Dan aku akhirnya memutuskan untuk tak tertarik lagi berada di posisi ini. Move on dari golongan orang-orang putih. Tapi, selalu ada pengecualian memang. 

Aku memang masih menjadi orang yang berada pada posisi netral saat aku dihadapkan pada pemilu demokrasi. Dalam artian pesta demokrasi Indonesia. Aku memilih untuk tidak memilih dalam sistem yang rusak ini. seperti yang sudah kukatakan sebelumnya tentang 90 orang (maaf) pekerja seks komersial vs 10 orang ulama. Disamping harus diakui bahwa pendidikan politik masyarakat Indonesia masih rendah. Salah satunya terlihat pada proses kampanye. Banyak masyarakat yang tertarik untuk memilih setelah diberi uang sekedarnya bahkan kaos yang “layak” pakai. Jika memulai sebuah proses pemerintahan dengan “cara-cara” seperti ini. Entahlah, akan dibawa kemana kepemimpinannya.

             Aku telah kecewa dengan sistem pemerintahan yang kembali, dari tahun ke tahun melahirkan negarawan bobrok yang mempertaruhkan idealisme demi uang. Dan sederet alasan lainnya ―karena terlalu banyak― masih membuatku bertahan dalam golongan orang-orang putih. Hanya dalam pesta demokrasi.

0 Comments

Post a Comment

Copyright © 2009 Catatan Kecil Untuk Dunia All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.