0
[Percikan] Tentang Amalan Manusia
Posted by Unknown
on
06:55
in
amalan manusia,
ikhlas,
kebaikan,
keburukan,
muhasabah cinta,
pahala dan dosa,
perbuatan,
percikan
“Sesungguhnya
Allah mencatat kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan. Lalu Allah
menjelaskannya. Siapa saja yang bermaksud mengerjakan kebaikan dan tidak dia
kerjakan, Allah mencatat di sisi-Nya untuk orang itu satu kebaikan yang
sempurna. Jika dia bermaksud mengerjakan kebaikan dan dia kerjakan, Allah
mencatat di sisi-Nya untuk orang itu sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus
kebaikan hingga kelipatan yang sangat banyak. Sebaliknya siapa saja yang
bermaksud mengerjakan keburukan yang tidak dia kerjakan, Allah mencatatkan di
sisi-Nya untuk orang itu satu kebaikan yang sempurna. Jika dia bermaksud
mengerjakan keburukan dan dia kerjakan, Allah mencatatkan untuk dia satu
keburukan (HR Bukhari, Muslim, Ahmad)
![]() |
fimadani.com |
Mungkin jawabannya akan benar jika seluruh umat muslim
ditanya siapa malaikat yang bertugas mencatat amal kebaikannya. Namun jika
menyangkut tentang amalan perbuatan itu sendiri, seringkali manusia lupa bahwa
kebaikan dan keburukan atas perbuatannya akan dicatat, bahkan tidak akan ada
yang luput.
Walaupun kita tidak mampu memprediksi seberapa persen
kebaikan dan keburukan kita berbuah pahala dan dosa, paling tidak melalui
hadits di atas dijelaskan bagaimana Allah swt memperlakukan kebaikan dan
keburukan yang dilakukan oleh manusia. Penjelasan ini termaktub melalui empat
kondisi:
Pertama, kondisi saat seorang
muslim bermaksud melakukan kebaikan tetapi nyatanya tidak dikerjakan a.k.a baru
niat. Untuk kebaikan yang tidak terlaksana ini Allah hadiahkan kasih atas
hamba-Nya sehingga dicatat sebagai satu kebaikan sempurna. Alhamdulillah ya.
Kedua, kondisi saat seorang
muslim betul-betul melaksanakan kebaikan yang ia niatkan. Untuk kebaikan yang
sempurna ini tak tanggung-tanggung Allah limpahkan kebaikan 10 kali lipat
sampai 700 kali lipat, dan dengan kehendak Allah terdapat hamba-hamba yang
kebaikannya Allah lipatgandakan lebih dari itu. Kehendak Allah tersebut
dilandasi atas sempurnanya keikhlasan yang dibungkus dengan sejauh mana
keutamaan kebaikan dalam hati, besar-kecilnya pengorbanan, dan sejauh mana
keperluan terhadap kebaikan itu. Semoga kita merupakan hamba yang Allah
kehendaki tak terhingganya balasan pahala atas kebaikan. Aamiin.
Ketiga, kondisi saat seorang
muslim bertekad melakukan keburukan lalu tidak ia lakukan semata-mata karena
Allah. Untuk keburukan yang tak sempat ini, Allah sertakan pengampunan dan satu
kebaikan yang sempurna. Melalui Rasul saw, Allah berfirman,
“Jika hamba-Ku
ingin melakukan keburukan, maka jangan kalian catat hingga ia melakukannya.
Jika ia melakukannya maka catatlah satu semisalnya. Jika ia meninggalkan
karena-Ku maka catatlah untuk dia satu kebaikan.“ (HR Bukhari)
Kondisi ketiga cukup complicated sebab banyak kasus yang
menyertainya. Misalnya, jika seorang hamba tidak melakukan kejahatan tersebut
selain karena Allah atau karena riya, maka perbuatannya tetap mengandung dosa.
Jika waktu yang
menghalangi ia tidak melakukan keburukan sedang dalam hatinya tidak pernah ada
keinginan untuk mengganti niatnya, perbuatannya pun tetap dinilai dosa. Begitu pula
ketika ia membicarakan niatan buruknya walaupun tak pernah melakukannya,
perbuatannya pun ternilai dosa. Maka memang benar adanya pepatah “Mulutmu harimaumu”. Sebelumnya, Allah
pun telah mengingatkan,
”Sesungguhnya
Allah mengabaikan (tidak menghukum) umatku karena apa yang diniatkan di dalam
hatinya selama ia tidak membicarakannya atau melakukannya.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi,
an-Nasai, Ahmad)
Keempat, kondisi dimana seorang
muslim telah melaksanakan keburukan. Untuk itu Allah hanya mencatat sebagai
satu keburukan dan tidak melipatgandakannya hingga sepuluh atau 700 kali
keburukan. fuuiih, sangat bersyukur. Bahkan, jika Allah berkehendak, keburukan
yang terlaksana bisa saja terhapus oleh kebaikan yang juga dilakukan, serta bisa
saja Allah beri pengampunan.
Keempat kondisi ini, seharusnya sudah cukup bagi kita
untuk senantiasa mengingat Allah dalam setiap tarikan nafas yang ada. Seharusnya
sudah cukup bagi kita untuk melakukan muhasabah atas amalan yang kita lakukan
di akhir waktu keseharian. Walaupun tak mampu dan tak akan sanggup hitungan
kita atas dosa dan pahala amalan hamba. Setidaknya kita mampu menimbang sejauh
mana kebaikan atas keburukan kita.
Post a Comment