0
[Islamologi] Hanya Predikat, Bukan Identitas
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia,
menyuruh kepada yang
ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman,
tentulah itu lebih
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman,
dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.”
(QS. Al-Imran : 110)
Hadits riwayat al-Hakim, ia
menshahihkannya yang disepakati oleh adz-Dzahabi dari Abu Darda ra., ia
berkata; aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya Allah berfirman, “Wahai Isa!, sungguh aku akan mengirim
suatu umat setelahmu. Jika mereka mendapatkan perkara yang disukai,
pasti akan memuji kepada Allah. Jika mereka mendapatkan perkara yang
tidak disukai,
mereka akan ikhlas menerimanya,
padahal mereka tidak memiliki kepandaian dan ilmu.”
Isa berkata, “Wahai Tuhanku, bagaimana itu bisa terjadi?”
Allah berfirman, “Aku memberikan kepada mereka
sebagian dari kepandaian dan ilmu-Ku.”
Kalian pasti sangat familiar pada
ayat Al-Qur’an di atas. Jika tidak lekas buka petunjuk hidupmu. Temukan ayat
tersebut, dan bacalah. Ya, secara tersirat ayat tersebut menegaskan bahwa umat
Islam adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Paling baik dibanding
dengan umat-umat sebelumnya. Sungguh predikat mulia yang Allah SWT sematkan
pasa kami.
Hadits dibawahnya pun memberikan
predikat mulia pada umat muslim. Muslim ideal senantiasa memuja-muji Sang
Pencipta-Nya dan senantiasa sabar dan ikhlas ketika ditimpakan musibah padanya.
Disamping, keistimewaannya karena Allah telah memberi sebagian dari kepandaian
dan ilmu-Nya.
Baru sadar ya kalau ternyata jadi
muslim susah? Lantas sudah layakkah predikat tersebut disandang oleh umat
muslim?
Jika berkaca pada generasi terdahulu,
saat dimana Rasulullah masih secara nyata menjadi teladan. Yakin. Kalian pasti
akan setuju, kaum muslim saat itu memang layak digelari umat terbaik. A-Z
peraturan Allah SWT dan Rasulullah diterima tanpa tebang pilih. Sami’na, wa
atho’na. Kami mendengar dan kami taat.
Kuceritakan sedikit saat turunnya
ayat yang mengharamkan minuman beralkohol. Pada saat itu daratan di Arab dalam
keadaan yang dingin saat malam tiba. Minuman beralkohol menjadi penghangat bagi
tubuh mereka. Pada suatu ketika turunlah ayat tersebut. Kaum muslim yang
mendengar turunnya ayat tersebut, tanpa pikir panjang memecahkan guci-guci
hasil fermentasi. Hingga malam itu, dataran Arab terlihat layaknya lautan
kelam.
Lalu bagaimana dengan kita? Fakta
dilapangan tak menunjukkan predikat tersebut layak disandang. Di negara ini,
siapa memang yang banyak dinisbatkan sebagai koruptor? Siapa yang sering
mengemis dijalanan? Siapa yang berada dalam garis dibawah kemiskinan? Siapa
yang banyak menjadi tersangka narkoba? Siapa yang lantas mencuri sandal saat
jum’atan?
Pertanyaan yang sangaaaat panjang,
namun hanya butuh satu kata untuk menjawabnya. MUSLIM. Ya iyalah, khan muslim di
Indonesia jadi mayoritas. Itu logika kebalik, coba pertanyaan tersebut
ditanyakan pada masyarakat Amerika. Jawabannya pasti, orang Amerikanya.
Tapi, lewat pertanyaan itu, tidak
bisakah kita berpikir? Apakah seorang muslim pantas menjadi jawaban akan
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan? Lantas apakah Allah salah memberikan
predikat saat ini? Karena, harus diakui, saat ini kita bukan umat terbaik. Umat
muslim Indonesia, bukan umat terbaik.
Yang tua, tersibukkan dengan
pencarian nafkah. Demi nafkah, cara apapun berlaku. Mulai dari banting tulang
hingga tukang tipu. Dakwah pun akhirnya tertinggal. Seakan lupa, Allah SWT Maha
Kaya dan Maha Pemberi.
Yang muda, sibuk sama diri sendiri. Autis.
Belum lagi ketika kaula muda dirundung masalah. Tak ada lagi kata sabar dan
ikhlas. Yang bergaung hanyalah GALAU nan LABIL. So frustated!!!. Kapan dakwahnya kalau begini?
Kalau sudah begini, mungkin Allah SWT
benar-benar salah dan Al-Qur’an sudah tidak relevan lagi untuk zaman toyota. Tapi
apakah benar? Pernah suatu ketika aku membeli telur bebek. Tak disangka, telur
yang kudapat bukan telur bebek, tapi telur ayam yang dicap layaknya telur
bebek. Aah... ini pasti human error.
Salah manusia yang mengecapnya.
Berbeda dengan cap yang Allah SWT
berikan pada kita. Allah Maha Sempurna Segalanya. Tak akan mungkin pernah
salah. Begitu pula dengan Al-Qur’an, Allah-lah yang membuatnya. Tak mungkin
lekang oleh zaman.
Maka tidak ada yang lain yang harus
disalahkan selain umat tersebut. Salahkan saja umat muslim itu sendiri. Mereka yang
belum teguh memegang Al-qur’an. Aturan-aturan Allah SWT masih dipilih-pilih,
yang bermanfaat diambil, yang sekiranya akan mempersulit dipending dulu. Masih ada waktu untuk hidup. Sami’na wa ashoina. Kami
mendengar, san kami tak melaksanakannya.
Sudah tidak ada waktu lagi. Kiamat
sebentar lagi. Mari layakkan diri menjadi umat terbaik. Menjadi umat yang
diperdengarkan dalam Al-Qur’an. Jelas tidak mudah. Tapi para sahabat, thabi’in,
thabi’in thabi’ut telah membuktikan prestasi terbaik mereka. Bukankah mereka
juga sama seperti kita? Seorang manusia? Sekarang tergantung pilihanmu...
Post a Comment