2
[Percikan] Keliru
Seorang anak diajak ayahnya membantu di kebun. Sang anak merasa
sennnaaaanng sekali lantaran ia akan berhadapan dengan berbagai macam buah dan
sayur. “Apa yang akan kita kerjakan di kebun Yah?” tanyanya.
“Bantu Ayah untuk memanen singkong untuk kita jual nak.”
“Singkong? Pohonnya seperti apa?” sang Anak terus menerus bertanya. Maklum,
ia masih kecil. Pengetahuannya akan buah dan sayur pun terbatas. Ayahnya pun
menjawab dengan penuh kesabaran. Ayah memberitahu ciri pohon singkong itu.
Dengan bangga sang anak menggandeng tangan ayahnya. Senyum cerah tak pernah
luntur, bahkan matanya pun ikut tersenyum. Lucu sekali.
Sesampainya di kebun sang anak langsung berhamburan menuju pohon singkong.
Ia mengingat ciri yang diberitahu oleh ayahnya. Ayah tersenyum ketika melihat
anaknya serius mencari pohon yang dimaksud.
“Ini ayah. Ketemu!!!” Girang. Sang anak memanggil ayahnya. “Cepat sini
Ayaaahh.” Tak sabar, ia berlari menuju sang Ayah. Menggandengnya tak sabar
menuju pohon singkong. Begitu sampai tujuan, si Anak langsung menangis. Tentu
saja ayah terkejut, padahal tadi ia sangat senang.
“Ada yang mencuri singkong kita Yah.” Kata-katanya begitu terbata
disela-sela isak tangisnya. “Kita nggak jadi panen dong.” Lanjutnya. Akhirnya
Ayah menyadari sebab tangis si Anak. Ayah mengeluarkan sekop yang dibawanya.
“Cup cup. Jangan nangis nak. Buahnya tidak dicuri siapa-siapa. Karena Allah
menyimpan buah singkong tidak di atas, layaknya buah mangga atau jeruk. Allah
menyimpan singkong di bawah. Ini coba lihat?”
Sang Ayah menggali tanah di bawah salah satu pohon singkong. Tangis anak
berhenti dan berganti dengan rasa penasaran. Matanya mengikuti gerakan sekop.
Matanya berbinar-binar ingin mengetahui tempat persembunyian buah singkong.
“Sudah bisa liat buah singkongnya nak?” Si anak menggeleng.
“Yang ada hanya akar Yah. Tak ada buah singkong.”
“Itulah buah singkong, bukan akar. Ini yang akan kita panen.”