0
[Percikan] Kelemahan dan Keterbatasan atas Manusia
“Da aku mah apa atuh, cuma kebul damri
sisa hasil pembakaran...“
Berbicara
tentang manusia, alam semesta, dan kehidupan, semestinya cukup membuat kita menyadari
kelemahan dan keterbatasan diri ini jika disandingkan dengan penginderaan yang
sebenar-benarnya serta akal yang digunakan dengan pemikiran yang mendalam.
Sungguh,
siapa pun yang mengarahkan pandangannya ke langit akan melihat betapa besar dan
luasnya alam semesta ini. Langit bergantung yang ditinggikan tanpa tiang tak
sanggup manusia menciptanya, bahkan hanya sekedar menjangkau pun tak berdaya.
Sungguh,
siapapun yang mengarahkan pandangannya pada bintang-bintang di langit malam akan
melihat betapa indahnya langit malam. Bintang yang bertebaran, berkelap-kelip
tak jua sanggup manusia menghitung jumlahnya. Maka sungguh, secuil realitas kebesaran
langit dan bintang sekaligus menunjukkan kebesaran, kekuasaan, dan keagungan
Penciptanya.
Realitas
kebesaran Pencipta sungguh kontras jika dibandingkan dengan realitas manusia. Manusia
akan tampak kecil bagaikan setitik debu dihamparan jagat raya ini. Jika demikian
halnya, atas dasar apa sikap kesombongan yang ada pada manusia hingga tak mau
beribadah secara total?
Bahkan jika
menelusuri jejak terciptanya manusia, maka sungguh, manusia tercipta dari
sesuatu yang hina bernama mani. Air hina yang keluar dari tulang punggung ayah
dan tulang dada ibunya. Lalu air itu terpancar, kemudian beradu dan tersimpan
dalam rahim ibunya. Selanjutnya Allah menciptakan dari air itu manusia dengan
kesempurnaan akal. Jika demikian halnya, atas dasar apa sikap kesombongan yang
ada pada manusia hingga tak mau beribadah secara total?
Oleh karenanya,
pantaslah jika manusia beribadah secara total dalam keadaan apa pun. Beribadah sebenar-benarnya
ibadah. Tanpa tapi, karena tak ada alasan bagi manusia kecuali tunduk kepada
Allah dan patuh pada syariah-Nya. Tanpa nanti, karena kematian adalah suatu hal
yang pasti meski tak tahu kapan akan datang.
Post a Comment