0
[Dialogue] Hitam Putih Kutub Manusia
Jangkung: (tertawa) Kau ini bayi, Kalong! Cobalah belajar bernafas
dulu! (kalong bernafas dan gerak) Satu langkah kebenaran berjalan, Kalong,
sepuluh langkah kejahatan melampauinya. (Kalong bernafas dan gerak) Kebenaran
pontang-panting. (Kalong meningkat) Kalong. Apa warna kebenaran?
Kalong: Putih, Guru.
Jangkung: Dan warna kejahatan?
Kalong: Hitam
Jangkung: O, jadi kehidupan ini hitam putih. Yang putih dipuja,
yang hitam dikutuk?
Kalong: Tidak. Karena manusia berwarna putih sekaligus hitam.
Jangkung: Dimanakah rumah persemayaman bagi warna hijau, kuning,
ungu, biru, atau kelabu?
Kalong: Juga di sel-sel darah setiap manusia. Nilai kehidupan
berkutubkan putih dan hitam, tapi manusia menelan semua warna.
Jangkung: Sehingga wajah dan kepribadiaannya tidak menentu?
Kalong: Ya. Tidak menentu. Tapi juga kaya, karena itu. Manusia memilih
satu atau dua warna untuk dipoleskan di wajahnya, dan itu bisa berganti setiap
pagi dan sore.
Jangkung: Atas pertimbangan apa manusia mengganti warna? Kebaikan?
Keindahan? Kebahagiaan? Ketentraman?
Kalong: Selera, dan keuntungan. Manusia tidak terutama berpikir
baik atau buruk, melainkan enak atau tidak enak, menguntungkan atau tidak
menguntungkan...
Komentar:
Begitu aku membaca secuil naskah
lakon tradisi „Perahu Retak“ karya Emha Ainun Nadjib, jujur saja aku begitu
terkesima dan benar-benar jatuh cinta pada karya beliau. Beliau memang
seringkali menghembuskan nafas Islam dalam setiap karyanya. Masterpiecenya.
Dialog antara tokoh Jangkung si Guru
Pengembara dan Kalong si Murid benar-benar mensifati manusia setuhnya. Aku bersetuju
bahwa ada dua kutub dalam diri manusia. Kutub yang putih dan yang hitam. Kaum China
menyebutnya keseimbangan. Yin dan Yang. Tapi tetap,
manusia memiliki warna lain dalam dirinya, yang membuat manusia semakin
berwarna.
Karenanya,
manusia mampu memilih warna yang akan dikenakannya. Bisa biru, ungu,
kelabu, hijau, dll. Karenanya pula warna yang dipilih manusia mampu berganti
siang dan sore. Pagi dan malam. Berbicara mengenai pergantian waktu, aku jadi
teringat sebuah hadits Rasulullah yang berbunyi:
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bersegeralah beramal sebelum
datangnya rangkaian fitnah seperti sepenggalan malam yang gelap gulita, seorang
laki-laki di waktu pagi mukmin dan di waktu sore telah kafir, dan di waktu sore
beriman dan pagi menjadi kafir, ia menjual agamanya dengan kesenangan dunia.” (HR. Ahmad No. 8493)
Pun aku bersetuju ketika Emha
Ainun Nadjib menyebutkan pilihan manusia kebanyakan hanya berdasarkan selera
dan keuntungan. Karena memang begitu dan beginilah manusia. Cenderung absurd
dalam menjalani hidup. Kepentingan ke“aku“an memang cenderung lebih diutamakan.
Pada akhirnya manusia akan kalah terhadap nafsu. Dimakan oleh kerakusan dirinya
sendiri.
Aku punya sebuah tips untuk
menangkal kekalahan manusia. Kekalahan kita terhadap diri kita sendiri. Satu tips
gampang-gampang sulit. Hanya satu tips untuk kaum muslim. Hiduplah sesuai apa
yang Allah syari’atkan. Dan semua selesai. Kita menang.
Post a Comment