0

[Islamologi] Hukum Barang KW Part II

Posted by Unknown on 17:58 in , ,
SONG OF THE DAY
EdCoustic - Berubah [ download ]


Kenapa ada part II? Karena banyak yang merespon terkait barang KW kepada Ust. Siddiq Al Jawi maka beliaupun menjawab kembali ―begitu pula denganku yang mengutip dan menulis ulang―. Diantara pertanyaan yang masuk adalah,


Pertanyaan pertama, apakah barang yang dibuat oleh produsen lain tapi mendapat lisensi dari branded (merek) utamanya bisa disebut barang KW juga?

Jawab:
Barang yang penanya sebut sebagai barang yang dibuat oleh produsen lain tapi mendapat lisensi dari branded utamanya, bukan termasuk barang KW, melainkan disebut barang OEM (Original Equipment Manufacturer). Barang OEM merupakan produk yang miliki kualitas sama dengan barang original. Bedanya, barang OEM tidak dibuat oleh perusahaan produsen barang original, dan produknya tetap menggunakan merek barang original. Aku berpikir terkait contoh barang OEM, misalnya, handphone merek Samsung yang dibuat di Thailand atau di Cina. Kualitas tetap sama hanya tempat produksinya yang berbeda.
Berdasarkan fakta hukum (manath) ini, maka menjual belikan barang OEM hukumnya mubah dan tidak mengapa, karena bukan termasuk barang KW. Hal ini didasarkan pada perbedaan fakta, maka berbeda pula hukumnya. Kaidah ushuliyah menyebutkan: al hukmu ‘ala al syai‘ far’un ‘an tashawwurihi “hukum atas suatu fakta (manath) bergantung pada gambaran terhadap fakta itu“

Pertanyaan kedua, bagaimana dengan barang KW yang sudah terlanjur dibeli?

Jawab:
Barang KW yang sudah terlanjur dibeli tetap boleh digunakan, dengan syarat pada saat membelinya kita memang tidak tahu hukumnya haram. Inilah yang disebut al-jahlu bil ahkam al syar’iyyah “ketidaktahuan hukum syariah” yang dapat menjadi udzur syar’i “unsur pemaaf” terhadap pelanggaran hukum syara’ yang sudah dilakukan.

Misalnya, aku mempunyai jam KW super dan sandal bermerek crocs yang ternyata KW. Aku membelinya sebelum ada keharaman hukum barang KW. Jadi sandal dan jamku masih tetap bisa dipakai. Alhamdulillah.

Namun dengan catatan, bahwa ketidaktahuan hukum itu adalah ketidaktahuan yang sifatnya umum atau merata untuk orang-orang di sekitarnya. Entah itu keluarga, teman-teman, tetangga, kolega, dan relasi kita yang juga tidak tahu hukumnya. Nah, jika kondisi yang demikian, maka berarti udzur syar’i berlaku. Namun jika hanya kita saja yang tidak tahu, sementara orang-orang disekitar kita mengetahuinya, maka udzur syar’i itu tidak berlaku dan tidak ada pemaafan secara syariah.

Pertanyaan Ketiga, ada fulan yang berjualan HP, aksesoris HP, pulsa dll. Berkaitan dengan ini,
(1) Aksesoris/Sparepart HP yang beredar di pasaran mayoritas barang KW, dikarenakan barang ori (asli) susah didapat (hanya tersedia di centernya) dan harganya mahal. Jadi pedagang dan pembeli lebih memilih barang KW.

Jawab:
Sesungguhnya hukumnya tetap haram atas penjual dan/atau pembeli menjualbelikan aksesoris atau sparepart KW yang dilakukan dengan alasan barang originalnya sulit diperoleh atau harganya mahal. Alasan ini tidak dapat diterima secara syariah dan tidak mempunyai nilai dalam pandangan syariah. Karena alasan tersebut bukanlah dalil syar’I yang dapat mengecualikan keharaman.

Dalam hal ini kaidah ushul fiqih menetapkan: Al ’amal bi al ‘aam waajib hatta yaquma daliil al khushuush “Mengamalkan dalil umum adalah wajib hingga terdapat dalil yang mengkhususkan/mengecualikan” (Muhammad Shidqi Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyyah, juz 7 hlm.460)

Maka dari itu, walaupun pembeli rela dan sadar, hukum menjualbelikan aksesoris atau sparepart KW hukumnya tetap haram, berdasarkan keumuman nash-nash yang mengharamkan jual beli KW.

(2) Pembeli umunya membeli barang KW karena butuh dan sesuai dengan kesanggupan dana akan barang tersebut. Contoh: jika dia memiliki HP harga murah atau HP keluaran lama kemudian ada kerusakan di casing atau baterainya kemudian dia ingin HP tersebut tetap dapat digunakan agar tidak mubadzir dengan perhitungan membeli barang ori tentu tidak sebanding (bahkan mungkin lebih mahal sparepartnya) kemudian dia memilih barang KW dengan kesadaran sendiri. Yang seperti ini bagaimana?

Jawab:
Tetap saja dihukumi haram fenomena menjualbelikan sparepart KW untuk keperluan servis dengan dalih mahalnya sparepart original. Dipandang secara syariat pun tak ada dalil yang mengecualikan dan menghalalkannya.

Dibanding memilih sparepart KW ada baiknya untuk menjualbelikan sparepart asli merek lain yang harganya lebih terjangkau dan cocok (compatible) dengan sparepart original. Syara pun membolehkan hal yang demikian.

Perlu diingat bahwa perbuatan manusia terkait mengikat dengan hukum syara, aturan-aturan yang berasal dari Islam. Termasuk aktivitas yang berkaitan dengan pencarian rezeki, dalam hal ini pedagang misalnya. Halal dan haramnya tentu bergantung pada apa yang dijualbelikan. Maka perhatian penjual terhadap barang dagangannya sangatlah penting. Tidak hanya memandang pengambilan keuntungan sebanyak-banyaknya. Kaidah hukum Islam menetapkan: al-hasanu maa hassanahu as-syar’u wa al-qabiihu maa qabbahahu as-syar’u (perbuatan yang baik/terpuji adalah perbuatan yang dinilai baik oleh Syariah Islam, sedang perbuatan buruk/tercela adalah perbuatan yang dinilai buruk oleh Syariah Islam). (Taqiyuddin an-Nabhani, An-Nizham Al-Ijtima’I fi Al-Islam, hlm.140)

(3) Untuk HP keluaran lama (jadul) perusahaan resmi sudah tidak mengeluarkan sparepartnya lagi, tapi barang-barang KW produk tersebut di pasaran masih ada. Bagaimana hukum menjualnya atau membelinya?

Jawab:
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan atas kebolehan menjualbelikan barang KW, yaitu:

Pertama, produsen sparepart asli tersebut sudah tutup atau sudah bangkrut (pailit). Dalam kondisi ini jika ada produsen lain yang memproduksi barang KW dari produsen asli tersebut, hukumnya boleh. Kebolehan ini dikarenakan tidak terjadi pemalsuan merek yang merugikan produsen asli, mengingat produsen asli termasuk mereknya yang asli sudah tidak ada lagi secara hukum. Berbeda jika produsennya masih ada dan tidak bangkrut, hukumnya tetap tidak boleh memproduksi atau menjualbelikan sparepart KW. Produksi dan penjualbelian barang KW tetap merupaka pemalsuan merek yang dapat menimbulkan kerugian finansial atau rusaknya reputasi produsen barang ori. Dan ini termasuk menimbulkan bahaya bagi orang lain. Sabda Rasulullah:
Tidak boleh menimbulkan bahaya bagi diri sendiri atau bahaya bagi orang lain dalam Islam(HR. Ibnu Majah no.2340; Ahmad 1/133/ & 5/326)

Kedua, sparepart yang original sudah tidak terdapat lagi di pasaran. Jika sparepart yang original masih ada walaupun sudah tidak lagi diproduksi, maka hukumnya tetap tidak boleh atas menjualbelikannya.

Ketiga, penjual wajib memberi tahu pembeli bahwa sparepartnya adalah barang KW dan bukan barang ori. Jika penjual tidak memberitahu, hukumnya tidak boleh. Karena hal itu termasuk perbuatan demi menyembunyikan aib/cacat dalam berjual beli, yang telah diharamkan oleh syari’ah.
Sabda Rasulullah:
Seseorang muslim adalah saudara muslim lainnya, dan tidaklah halal seorang muslim menjual kepada saudaranya barang yang ada cacatnya, kecuali dia menerangkan cacatnya kepada saudaranya.” (HR Ibnu Majah, no 2246)

Keempat, apakah yang dimaksud barang KW termasuk juga fotokopi dari buku atau kitab hasil karangan seseorang? Apakah haram memfotokopi buku atau kitab karya tulis seseorang?

Jawab:
Pertanyaan keempat adalah pertanyaan yang berhubungan dengan karya intelektual seseorang seperti kitab atau buku. Syara telah membolehkan seseorang untuk memanfaatkan kitab atau buku yang ia miliki secara luas selama tidak melanggar syariah. Pemanfaatan tersebut bisa untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain, selama tidak memperdagangkan buku atau kita tersebut.

Kebolehan ini karena karya intelektual pada hakikatnya adalah ilmu yang merupakan hak umum milik masyarakat luas dan menyembunyikan ilmu adalah perbuatan yang diharamkan oleh Islam. Sabda Rasulullah:
Barangsiapa yang ditanya suatu ilmu lalu dia menyembunyikan ilmu itu, maka Allah akan mengekangnya pada Hari Kiamat nanti dengan tali kekang dari api neraka.(HR Abu Dawud no 3658, Ibnu Majah no 266, Tirmidzi no 2787. Hadits shahih)

Namum meski karya intelektual hakikatnya adalah ilmu, namun faktanya pada karya intelektual ada unsur jasa yang bernilai harta. Unsur jasa tersebut berupa usaha/upaya dari penulisnya pun dari penerbitnya, seperti usaha berpikir untuk mencurahkan ide maupun upaya berupa modal yang dikeluarkan untuk menerbitkan dan mengedarkan buku. Padahal usaha manusia seperti itu dalam pandangan Syariah miliki nilai secara finansial seperti kebolehan oleh Rasulullah memberikan mahar berupa manfaat/jasa mengajarkan Al-Qur’an.

Maka dari itu, pemanfaatan karya intelektual oleh pemiliknya dibatasi dengan satu syarat, yaitu tidak boleh memperdagangkan karya intelektual itu. Jika hanya sebatas memfotokopi untuk teman atau kolega dan sebagainya, hukumnya boleh. Tapi memfotokopi untuk dijual kembali dengan mendapatkan laba, hukumnya pun menjadi haram. Keharaman ini bahwasanya atas dasar pemanfaatan harta orang lain untuk mencari keuntungan tanpa izin dari pemilik aslinya. Allah berfirman:
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan cara yang batil kecuali dengan jalan perdagangan atas dasar saling rela di antara kamu.(QS An-Nisaa : 29)

Sumber : www.konsultasi.wordpress.com dengan gubahan dan perubahan


0 Comments

Post a Comment

Copyright © 2009 Catatan Kecil Untuk Dunia All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.