6

[Islamologi] Hukum Membeli barang KW

Posted by Unknown on 21:56 in , , ,
SONG OF THE DAY
Cheryl Lynn - To Be Real [ download ]
Gambar Google

Aku pernah membuat postingan sebelumnya tentang dialogue antara aku dan seorang pedagang buku yang juga menjual barang KW. Saat itu aku berpendapat bahwa tidak mengapa membeli barang KW, karena aku pikir adanya kesamaan hukum yang mengikat antara buku KW dan buku fotokopi. Tapi ternyata aku salah. Ada dalil penggalian yang lebih kuat terkait barang-barang KW yang memang marak di Indonesia. Mari scroll mousenya lagi ke bawah.

Pada Media Umat edisi 121 kemarin, ada fulanah yang bertanya akan hukum memproduksi, menjual belikan, dan menggunakan barang KW. Pertanyaan ini tentu didasari oleh sifat hati-hati seorang hamba terhadap aturan Allah. Ia mengerti bahwa perbuatan manusia akan selalu terikat dengan hukum syara.

Maka dijawablah pertanyaan ini dimulai dengan fakta barang KW. Barang KW adalah barang tiruan/imitasi dari barang yang asli (original). Kata KW berasal dari “kualitas“ yang konotasinya “imitasi“ atau “tiruan“. Awalnya istilah KW digunakan untuk tas tangan wanita tiruan bermerek, yang digunakan oleh pedagang untuk membedakan kategori kualitas dan range (kisaran) harganya. Di Indonesia dikenal merek-merek semisal louis vuitton, hermes, chanel yang harganya hanya berkisar Rp50.000 di pasaran.


Itu harga KW sekian, karena kisaran harga KW pun beragam, tergantung istilah yang dipakai. Misal “KW super“ untuk barang tiruan terbaik mendekati aslinya tentu lebih mahal dibanding “KW1“ untuk barang tiruan diperingkat dibawahnya, dan seterusnya. Akhirnya istilah barang KW digunakan secara luas untuk produk-produk tiruan lainnya, seperti HP, jam tangan, baju bermerek dsb.

Hukum syar’i menjualbelikan barang KW adalah haram. Hal ini didasarkan pada dua alasan: pertama, karena penjual barang KW telah menjual barang dengan merek orang lain yang bukan merek milik sendiri. Padahal syara‘ telah mengakui adanya nilai finansial pada merek, yaitu diakui sebagai manfaat yang mempunyai nilai harta (maaliyatul manfaah).

Dalilnya adalah hadits-hadits Rasulullah SAW. Rasulullah SAW pernah menikahkan seorang sahabat dengan mahar berupa manfaat/jasa mengajarkan Al-Qur’an. Ucap Rasulullah: “Aku nikahkan kamu dengan perempuan itu dengan Al-Qur’an yang ada padamu.“ (HR. Bukhari, no.2186)

Syeikh Ziyad Ghazal menjelaskan hadits itu dengan berkata “dalam hadits ini Rasulullah SAW telah menjadikan manfaat mengajarkan Al-Qur’an sebagai harta, sebagaimana dikatakan imam ibnu rajab al hanbali, “kalau manfaat itu bukan bernilai harta, niscaya manfaat tidak sah untuk tujuan ini (sebagai mahar).“ (Ibnu Rajab, Al Qawa’id Al Fiqhiyyah, hlm 123)

Maka dari itu, pelanggaran hak (al I’tida) terhadap merek dengan melakukan pemalsuan/peniruan (imitation, taqliid) adalah haram hukumnya, karena termasuk kecurangan/penipuan (al Ghisy) yang telah diharamkan Islam, sesuai sabda Rasulullah SAW, “barangsiapa yang melakukan penipuan/kecurangan (ghisy) maka dia bukanlah dari golongan kami.“(HR. Muslim, no.164). (Ziyad Ghazal, Masyru‘ Qanun Al Buzu‘ fi ad Daulah Al Islamiyyah, hlm.133-134)

Keharaman kedua terkait cacat yang terdapat pada barang kw yang disembunyikan oleh penjual barang. Artinya kualitas barang yang dijualnya tidak sama dengan barang asli. Rasulullah SAW bersabda, “Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, dan tidaklah halal seorang muslim menjual kepada saudaranya barang yang ada cacatnya, kecuali dia menerangkan cacatnya kepada saudaranya.” (HR Ibnu Majah, no.2264). (Ziyad Ghazal. Masyru’ Qanun Al Buyu’ fi Ad Daulah Islamiyyah, hlm.134)

Sebagaimana haramnya menjualbelikan, haram pula memproduksi dan menggunakan barang KW. Haramnya memproduksi barang KW berdasarkan kaidah fiqih: al shinaa’ah ta’khudzu hukma maa tuntijuhu “hukum memproduksi barang bergantung pada produk yang dihasilkan” (Taqiyuddin an-Nabhani, Muqadimmah Al Dustur, 2/135). Dalam hal ini barang yang dihasilkan adalah barang KW yang haram dijualbelikan, maka memproduksi barang KW hukumnya juga haram.

Adapun keharaman menggunakan barang KW dikarenakan barang KW diperoleh melalui akad jual beli yang tidak sah, yang implikasinya adalah tak adanya kebolehan memanfaatkan (ibahatul intifa’) pada barang yang dibeli. Jadi akad jual beli yang sah menjadi sebab bolehnya pemanfaatan. Sebaliknya jika sebab itu tidak ada, yakni akad jual belinya tidak sah, maka pemanfaatan barang tersebut pun tidak dibolehkan. Kaidah fiqih menyebutkan: Zawal al ahkam bi zawal asbabiha ”hukum-hukum itu menjadi tiada disebabkan tiada sebab-sebabnya (Izzudin bin abdis salam, Qawa’id Al Ahkan fi mashalih al anam, 2/4).

6 Comments


kualitas apa kwalitas ?


jadi lebih baik membeli tas asli biarpun merk-nya gak terkenal yah mbak.. baru tau :) trmkasih ilmunyaa, sangat bermanfaat..


@Agustinadian Susanti saya cari di kamusbahasaindonesia.org ternyata yang bener kualitas ya... tapi kenapa disingkatnya jadi KW ya? +_+? #mikir
Makasih mbak, langsung saya edit :)


@Ranii Saputra Kira-kira seperti itu mbak. Sekarang produk asli bangsa pun udah keren-keren kok. Kayak misalnya industri sepatu dan tas di Tasik. :)


Gitu ya mbak :) untungnya saya ga tertarik sama barang KW :p mending cari merek yg biasa tapi original..


@Arifah Abdul Majid Betul banget mbak, Hidup barang original! hehe :)

Post a Comment

Copyright © 2009 Catatan Kecil Untuk Dunia All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.