0

[Catatan Harian] Mimpi dan Cita


 “Seberapa keras usaha yang kita lakukan,
apapun hasilnya,
kita seharusnya pasrah dan berserah.
Karena pasti ada “hukum alam” yang luar biasa indah
dibalik semua hasil yang disapat.”
(Andrie Wongso)

Tidak terasa, Ujian Nasional kembali lagi digelar. Itu berarti, akan ada lagi adek-adek baru di kampus. Ini juga menjadi tahun terakhirku di kampus UNPAD, cukup empat tahun. Tidak lebih, boleh kurang. InsyaAllah. Tiga tahun sudah, tapi terasa sangat singkat dan aku, masih belum melakukan sesuatu yang berdampak besar. Baik itu bagi keluarga, sebagai mahasiswa, aktivis kampus, dan aktivis dakwah. Dan memang terkhusus aktivis dakwah, karirku baru saja dimulai nanti setelah kuliah. Saat terjun dalam masyarakat.

Dan, yaaahhh... berita ujian nasional terasa menguras emosi. Ketika melihat fakta bahwa ujian nasional kini semakin buruk dari tahun ke tahun. Inget banget, saat sebelum hari-H Ujian Nasional. SMS pemberitahuan jawaban UN masuk ke satu persatu handphone anak-anak. Yang disayangkan, kenapa SMS itu ngga masuk ke Hpku? Bersyukur saja yang bisa kulakukan.

Dan kenangan itu membangkitkan kenangan-kenangan lain, seperti cita-cita yang tak bisa kugapai. Mimpi yang selalu kupupuk, sedari lulus memakai baju putih-biru. Dan cita yang hanya menjadi cita. Tak terwujud. Jika dipikir kini, itu memang murni kesalahanku. Suka menggampangkan masalah. Well, tapi aku bersyukur dengan kehidupanku sekarang. Entah apa jadinya aku nanti jika mimpi dan cita ini menjadi kenyataan.

Ingatan itu sekarang tak lagi berupa luka. Setiap ingat, aku akan senantiasa bersyukur, di sini aku berada. Dulu, dari awal masuk SMA, jika ada yang bertanya tentang mimpi dan cita. Aku selalu lantang bersuara, “Aku mau jadi ARSITEK. Cari partner anak Tekhnik Sipil. Dan membuat sebuah perusahaan keluarga.”

Simpel. Tapi memang itulah mimpi dan citaku. Tak pernah berubah hingga detik terakhir aku mengikuti SNMPTN. Bahkan, jika aku harus mengikuti Ujian Masuk PTN aku akan tetap bertahan dengan pilihan ARSITEK. Untung perjuanganku berakhir di SNMPTN. Walaupun, tak mendapat apa yang aku mau. Disinilah aku Anisya Retno Sari, NPM : 180810100033, Sastra Jerman, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.

Pada akhirnya aku tetap seorang arsitek. Bukan arsitek yang membangun gedung-gedung yang bernilai seni. Kini, setelah mantap dengan penjurusan linguistik, aku menjadi seorang arsitek bahasa. Membangun kata-kata menjadi satu kesatuan dan memiliki makna semantik. Atau bisa lebih cool, ketika aku tetap istiqomah menjadi arsitek pembangun peradaban Islam. Daulah Khilafah Islamiyah.

Tak berhenti disana, sering terdengar suara sumbang, akan jadi apa lulusan sastra yang memang katanya sedikit abstrak. Aku hanya bisa tersenyum. Allah punya skenario terbaik untuk hambanya. Dia Maha Kaya, memberikan rizky untuk setiap hambanya. Dan rizky tak akan pernah salah alamat.

Saat aku kembali berpikir. Lebih dalam lagi. Aku memang benar-benar merasa bersyukur. Aku seperti terlahir kembali. Tujuanku jelas. Ridho Allah. Tiga simpul besar telah aku pecahkan. Dari mana aku berasal? Untuk apa aku hidup di dunia? Dan akan kemana aku setelah mati? Ini mungkin tak akan aku dapat tatkala alur kehidupanku sesimpel yang aku cita dan mimpi. ARSITEK > Berpartner dengan anak TEKHNIK SIPIL > Membuat PERUSAHAAN keluarga.

Yupz, aku sangat bersyukur bisa mengkaji islam. Kini, dalam pandanganku, aku tak melihat islam sebagai agama ritual (rukun islam yang lima) saja. Islam merupakan perfect choice untuk kehidupan bernegara. Dan untuk memahamkan kaum muslim lainnya, butuh perjuangan yang sangat-sangat melelahkan. Aku pun merasakan rasanya ditolak, sekaligus senang jika ada yang juga tercerahkan.

            Inilah hidup yang tak pernah aku bayangkan. Benar-benar meleset jauh dari semua keinginanku. Aku kini bisa merasakan skenario terbaik Allah saat awalnya, rasaku kecewa akan cita dan mimpi. Trust me! Life is never ever flat.

0 Comments

Post a Comment

Copyright © 2009 Catatan Kecil Untuk Dunia All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.