0
[Catatan Harian] Mimpi dan Cita
Posted by Unknown
on
06:50
in
catatan harian,
khilafah islamiyah,
masalah,
pendidikan,
ujian nasional
“Seberapa
keras usaha yang kita lakukan,
apapun
hasilnya,
kita
seharusnya pasrah dan berserah.
Karena
pasti ada “hukum alam” yang luar biasa indah
dibalik
semua hasil yang disapat.”
(Andrie
Wongso)
Tidak terasa, Ujian Nasional kembali lagi
digelar. Itu berarti, akan ada lagi adek-adek baru di kampus. Ini juga menjadi
tahun terakhirku di kampus UNPAD, cukup empat tahun. Tidak lebih, boleh kurang.
InsyaAllah. Tiga tahun sudah, tapi terasa sangat singkat dan aku, masih belum
melakukan sesuatu yang berdampak besar. Baik itu bagi keluarga, sebagai
mahasiswa, aktivis kampus, dan aktivis dakwah. Dan memang terkhusus aktivis
dakwah, karirku baru saja dimulai nanti setelah kuliah. Saat terjun dalam
masyarakat.
Dan, yaaahhh... berita ujian nasional terasa
menguras emosi. Ketika melihat fakta bahwa ujian nasional kini semakin buruk
dari tahun ke tahun. Inget banget, saat sebelum hari-H Ujian Nasional. SMS
pemberitahuan jawaban UN masuk ke satu persatu handphone anak-anak. Yang disayangkan, kenapa SMS itu ngga masuk ke
Hpku? Bersyukur saja yang bisa kulakukan.
Dan kenangan itu membangkitkan
kenangan-kenangan lain, seperti cita-cita yang tak bisa kugapai. Mimpi yang
selalu kupupuk, sedari lulus memakai baju putih-biru. Dan cita yang hanya
menjadi cita. Tak terwujud. Jika dipikir kini, itu memang murni kesalahanku. Suka
menggampangkan masalah. Well, tapi aku
bersyukur dengan kehidupanku sekarang. Entah apa jadinya aku nanti jika mimpi
dan cita ini menjadi kenyataan.
Ingatan itu sekarang tak lagi berupa luka. Setiap
ingat, aku akan senantiasa bersyukur, di sini aku berada. Dulu, dari awal masuk
SMA, jika ada yang bertanya tentang mimpi dan cita. Aku selalu lantang
bersuara, “Aku mau jadi ARSITEK. Cari partner anak Tekhnik Sipil. Dan membuat sebuah
perusahaan keluarga.”
Simpel. Tapi memang itulah mimpi dan citaku. Tak
pernah berubah hingga detik terakhir aku mengikuti SNMPTN. Bahkan, jika aku
harus mengikuti Ujian Masuk PTN aku akan tetap bertahan dengan pilihan ARSITEK.
Untung perjuanganku berakhir di SNMPTN. Walaupun, tak mendapat apa yang aku
mau. Disinilah aku Anisya Retno Sari, NPM : 180810100033, Sastra Jerman,
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran.
Pada akhirnya aku tetap seorang arsitek. Bukan
arsitek yang membangun gedung-gedung yang bernilai seni. Kini, setelah mantap
dengan penjurusan linguistik, aku menjadi seorang arsitek bahasa. Membangun kata-kata
menjadi satu kesatuan dan memiliki makna semantik. Atau bisa lebih cool, ketika aku tetap istiqomah menjadi arsitek pembangun
peradaban Islam. Daulah Khilafah
Islamiyah.
Tak berhenti disana, sering terdengar suara
sumbang, akan jadi apa lulusan sastra yang memang katanya sedikit abstrak. Aku hanya
bisa tersenyum. Allah punya skenario terbaik untuk hambanya. Dia Maha Kaya,
memberikan rizky untuk setiap hambanya. Dan rizky tak akan pernah salah alamat.
Saat aku kembali berpikir. Lebih dalam lagi.
Aku memang benar-benar merasa bersyukur. Aku seperti terlahir kembali. Tujuanku
jelas. Ridho Allah. Tiga simpul besar telah aku pecahkan. Dari mana aku
berasal? Untuk apa aku hidup di dunia? Dan akan kemana aku setelah mati? Ini mungkin
tak akan aku dapat tatkala alur kehidupanku sesimpel yang aku cita dan mimpi.
ARSITEK > Berpartner dengan anak TEKHNIK SIPIL > Membuat PERUSAHAAN
keluarga.
Yupz, aku sangat bersyukur bisa mengkaji
islam. Kini, dalam pandanganku, aku tak melihat islam sebagai agama ritual
(rukun islam yang lima) saja. Islam merupakan perfect choice untuk kehidupan bernegara. Dan untuk memahamkan kaum
muslim lainnya, butuh perjuangan yang sangat-sangat melelahkan. Aku pun
merasakan rasanya ditolak, sekaligus senang jika ada yang juga tercerahkan.
Post a Comment