0
[Islamologi] Barang yang Haram Diperjual-belikan
SONG OF THE DAY
Opick - Kembali pada Allah [ download ]
![]() |
braga oh braga |
Berbagai pintu rezeki telah Allah cukupkan untuk
hamba-Nya. Setiap manusia telah tersedia rezeki pada masing-masing tempat. Tanpa tertukar.
Tanpa pengurangan ataupun penambahan. Untuk meraihnya manusia haruslah membuka
dan memasuki pintu-pintu tersebut. Tanpa membukanya seseorang takkan mampu
meraih rezekinya. Tahukah teman-teman, bahwasanya 9 dari 10 pintu rezeki
terletak pada perdagangan.
Tak ada manusia yang
tak mengingkan kelimpahan dalam rezekinya. Berbagai daya dan upaya pun
ditempuh. Pergi pagi kembali pulang pagi. Membanting tulang. Memeras keringat. Terkadang
segala macam cara ditempuh, bahkan cara-cara yang tak disyariatkan oleh Allah
dan tak dicontohkan Rasulnya. Maka perlu untuk menelusuri pintu rezeki dengan
cara-cara yang halal. Misalnya saja dari segi barang yang akan
diperjual-belikan.
“Jabir bin
Abdullah ra. Mendengar Rasulullah saw. pada hari fathu Makkah pernah bersabda, ”Sesungguhnya
Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual khamr, bangkai, babi, dan
berhala.” Lalu dikatakan, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang lemak
bangkai; itu bisa untuk memoles perahu, melumuri kulit, dan digunakan orang
untuk penerangan?” Beliau bersabda, ”Tidak. Itu haram.” Kemudian Rasulullah saw.
saat itu bersabda, “Semoga Allah membinasakan Yahudi. Sesungguhnya ketika Allah
mengharamkan lemak bangkai, mereka melelehkan lemak itu, lalu mereka jual dan
memakan harganya.” (HR
al-Bukhari, Muslim, an-Nasa’I, at-Tirmidzi, Ibn Majah dan Ahmad)
Dalam hadits ini Allah
dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual khamr, bangkai, babi, dan berhala. Keempatnya
adalah haram dzatnya. Allah telah mengharamkan khamr melalui firman-Nya dalam QS al-Maidah: 90. Apapun nama dan bahannya,
sedikit atau banyaknya jika terdapat unsur khamr yang memabukkan maka haram
hukumnya untuk dikonsumsi juga diperjual-belikan.
Allah pun telah
mengharamkan bangkai sebagaimana terkategori sebagai hewan yang mati bukan
dengan sembelihan secara syar’I, hewan yang mati disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas ―kecuali yang sempat kalian
sembelih― yang disembelih untuk berhala (QS al-Maidah: 3). Juga
haram hewan buruan darat yang ketika melepaskan hewan pemburu terlatih,
melepaskan panah, melempar tombak atau menembakkan peluru dan sebagainya,
pemburu itu tidak menyebut asma Allah; atau hewan buruan yang mati oleh anjing
pemburu yang tidak terlatih; juga termasuk bangkai, organ hewan yang
diambil/dipotong kerika hewan itu masih hidup. Jika tidak terkategori dalam
bangkai yang dimaksud di atas maka hewan tersebut halal dimakan.
Babi dalam Islam
tetaplah haram, baik itu babi piaraan yang berwarna peach maupun babi yang
tinggal dihutan. Teringat saat Ust. Irene Handono mengatakan ketidak
konsistenan Bibel demi mengganti keharaman seluruh babi menjadi hanya babi
hutan yang dilarang untuk dikonsumsi.
Dan yang dikategorikan berhala/sesembahan adalah segala
macam bentukan patung makhluk yang bernyawa, patung makhluk imajiner, ataupun
meski hanya berupa batu lonjong atau salib.
Tak ada alasan untuk menjualnya jika Allah telah
mengharamkannya. Tak perlu juga ditelusuri mengapa Allah sampai-sampai
mengharamkan keempatnya. Muslim berkewajiban demi terikat dengan hukum syara
walaupun baginya nihil kebermanfaatan. Jika ada dalil yang menjelaskan hukum
sebuah perkara maka ikutilah dengan keikhlasan.
Keharaman menjual
keempatnya ditegaskan pula dalam riwayat lain. Ibn Abbas menuturkan, Nabi saw.
bersabda:
“Sesungguhnya apa yang Allah haramkan untuk diminum, DIa haramkan pula
untuk dijual.” (HR Muslim)
Periwayatan lain
menyatakan dengan lafal yang mutlak bahwasanya Rasul saw. bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT, jika mengharamkan sesuatu, Dia juga mengharamkan
harganya.” (HR Ahmad, Abu
Dawud, Ibn Hibban, al-Baihaqi, ath-Thabarani dan ad-Daraquthni)
Kedua hadits tersebut
cakupannya lebih luas daripada hadits yang telah disebutkan diawal. Jika hadits
riwayat Jabir hanya menyebutkan empat barang yang haram diperjual-belikan, maka
kedua hadits bersifat lebih umum bahwa tiap-tiap yang haram, Allah pun
mengharamkan untuk dijual.
Sesuatu yang
diharamkan oleh Allah, jika diperhatika bisa dikategorikan lima golongan: (1) Sesuatu yang haram dimakan seperti
halnya daging babi, darah, binatang buas bertaring, bercakar, dan berkuku
tajam, dsb. (2) Sesuatu yang haram
diminum seperti khamr, air kencing, nanah, dsb. (3) Sesuatu yang haram diambil/digunakan seperti berhala, termasuk
Salin. (4) Sesuatu yang haram
dimiliki seperti patung. (5) Sesuatu
yang haram dibuat, misalnya lukisan makhluk bernyawa seperti manusia dan hewan.
Maka karena kelimanya haram, haram pula untuk menjualnya.
Keharaman menjual
keempatnya berlaku juga bagi keharaman untuk memanfaatkannya karena hadits Jabir
diawal tak hanya dipahami secara terbatas bahwa yang haram hanya menjualnya. Itu
pula yang agaknya terlintas pada diri sebagian sahabat yang lantas menanyakan
pemanfaatan lemak bangkai sebagai ini dan itu. Dan Rasulullah mutlak
mengharamkannya.
Hanya saja keluasan
hukum syara berperan penting di sini karena terdapat kondisi yang telah
dikhususkan oleh dalil. Misal, berobat dengan najis atau benda haram hukumnya
makruh; kulit bangkai hewan ternak menjadi suci dan bisa dimanfaatkan setelah
disaman; daging bangkai boleh dimakan jika darurat untuk mempertahankan hidup;
bentuk makhluk hidup boleh jika untuk boneka mainan anak-anak; dan pengkhususan
lainnya. Semua pemanfaatan khusus itu dibolehkan sebatas kekhususan itu, bukan
secara mutlak dan umum.
Kemudian Rasul saw
menegaskan bahwa melakukan trik agar zat yang diharamkan itu bisa dimanfaatkan
dengan dalih tertentu adalah haram. Rasul mencontohkan perilaku Yahudi saat
lemak bangkai diharamkan bagi mereka, mereka pun tidak memanfaatkannya secara
langsung, tetapi mereka lelehkan sesaat sebelum diperjual-belikan. Perilaku
demikian adalah haram.
Jika melihat fakta kekinian,
kita mampu memandang bahwasanya banyak penjual yang menjual barang-barang yang
telah Allah haramkan. Bahkan proses jual-beli ini dihalalkan oleh pemerintah. Minuman
keras misalnya. Maka pengaturan terhadap perolehan rezeki melalui
pintu-pintunya tak hanya sebatas perkara individu yang sholeh saja. Meski ada
peraturan yang tertata oleh Negara yang menerapkan keseluruhan aturan Islam. Hal
inilah yang masih menjadi proses panjang bagi dakwah Islam bagi kelanjutan
kehidupan Islam.
Sumber :
http://hizbut-tahrir.or.id/2014/02/04/haram-menjual-barang-haram/
Post a Comment