0

[Islamologi] Bayi Tabung, Apa Pandangan Islam?

SONG OF THE DAY
David Archuleta - Let's Talk about Love [ download ]

gambar google
Allah senantiasa menciptakan setiap makhluk berpasang-pasangan. Malam dan siang. Kaya dan miskin. Pintar dan bodoh. Pria dan wanita. Kesemua ciptaanya termaktub dalam satu tujuan yang jelas miliki manfaat. Bicara tentang manusia yang dalam dirinya terkandung naluri dan kebutuhan jasmani, tak pelak menyinggung aturan yang melingkari mereka.
Pria dan wanita tak serta merta berpasangan dengan sendirinya dan terserah pada individu. Tapi butuh sebuah ikatan suci untuk mengikat manusia yang disebut pernikahan. Harapan lain muncul ketika ikatan suci ini telah terikat sempurna. Memiliki keturunan yang sholeh lagi sholehah. Sungguh bahagia rasanya ketika impian untuk menjadi orangtua mampu terwujud. Dunia ini bagi mereka, laksana bulan purnama. Bercahaya dengan sempurna.
Hanya saja, impian hanya tinggal impian tatkala segala daya dan upaya yang telah dikerahkan belum juga membuahkan hasil. Banyak pasangan suami istri yang telah bertahun-tahun menjalani kehidupan berumah tangga, namun belum memiliki keturunan.
Setiap cara dikerahkan, mulai dari memancing anak hingga terpikir dalam benak. Bagaimana dengan cara bayi tabung. Namun, bagaimana pandangan dalam Islam? Pertama, kita akan melihat fakta bagaimana proses bayi tabung ini bekerja. Ayo di scroll lagi mousenya.

Proses pembuahan dengan metode bayi tabung antara sel sperma suami dengan sel telur istri, sesungguhnya merupakan upaya medis untuk memungkinkan sampainya sel sperma suami ke sel telur istri. Sel sperma tersebut kemudian akan membuahi sel telur tidak pada tempat alaminya. Karena proses pembuahan terjadi di luar Rahim. Setelah terjadi pembuahan, barulah diletakkan pada rahim istri dengan cara tertentu sehingga kehamilan mampu terjadi dalam perut sang istri.
Ada banyak alasan yang menyebabkan pasutri tidak mampu miliki keturunan, misalnya karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung telur (tuba fallopii) yang membawa sel telur ke Rahim atau karena sel sperma suami lemah atau tidak mampu menjangkau rahim istri untuk bertemu dengan sel telur. Inilah yang disebutkan sebagai mandul, kemandulan yang mampu terjadi pada pihak wanita ataupun pria.
Kesulitan inilah yang menyebabkan banyak pasutri melirik metode bayi tabung. Mahalnya biaya tak dipermasalahkan tatkala kekosongan dalam rumah tangga mampu terpenuhi. Cara yang juga merupakan upaya medis demi terjadinya pembuahan hingga seorang bayi nantinya dapat dilahirkan secara normal.
Islam tak melarang proses ini. Karena syara‘ menghukumi dengan kebolehan (ja’iz). Sebab upaya tersebut adalah upaya untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam terkait sebuah pernikahan. Diriwayatkan dari Anas ra bahwa Nabi SAW telah bersabda:
Menikahlah kalian dengan perempuan yang penyayang dan subur (peranak), sebab sesungguhnya aku akan berbangga di hadapan para nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada Hari Kiamat nanti.“ (HR. Ahmad)
Hadits di atas serta sunnahnya (mandub) berobat merupakan landasan kebolehan menggunakan metode bayi tabung, di samping dengan bayi tabung dapat mewujudkan apa yang disunnahkan oleh Islam. Miliki banyak keturunan.
Hanya saja, perkara bayi tabung yang boleh, hendaknya ditempuh sebagai cara terakhir setelah tidak mungkin lagi mengusahakan pembuahan secara alami. Kebolehannya pun miliki syarat yang harus dipatuhi agar semakin sempurna perbuatannya.
Pertama, laki-laki dan wanita yang akan melakukan metode bayi tabung ini tentu sudah terikat secara syah melalui pernikahan.
Kedua, sel sperma harus milik suami dan sel telur harus milik istri. Maka tak dibenarkan secara agama adanya donor sperma seperti yang terdapat di negara Cina ataupun Amerika, walaupun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam Rahim istri.
Ketiga, sel telur istri yang sudah terbuahi sel sperma suami harus diletakkan pada rahim istri. Haram hukumnya bila sel telur istri yang telah terbuahi diletakkan dalam rahin perempuan lain yang bukan istri, sebutannya adalah “ibu pengganti“ (surrogate mother).
hal di atas tidak dibenarkan oleh hukum Islam, sebab akan menimbulkan pencampuradukan dan penghilangan nasab, yang merupakan keharaman dalam Islam. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika turun ayat li’an:
“Siapa saja perempuan yang memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah dan Allah tidak akan pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laku yang mengingkari anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang terdahulu dan kemudia (pada Hari Kiamat nanti).“ (HR. Ad-Darimi)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia.“ (HR. Ibnu Majah)
Terlebih lagi, keharaman di atas mirip dengan kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan, walaupun di dalam prosesnya tidak terjadi hubungan seksual. Jika keharaman ini terjadi, laki-laki dan perempuan yang menjalani proses tersebut tidak dijatuhi sanksi bagi pezina. Tidak dirajam ataupun dicambuk lalu diasingkan. Akan tetapi dijatuhi sanksi berupa ta’jir, yang besarnya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim (qadli).

0 Comments

Post a Comment

Copyright © 2009 Catatan Kecil Untuk Dunia All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.