0
[Islamologi] Bayi Tabung, Apa Pandangan Islam?
Posted by Unknown
on
06:18
in
aturan islam,
bayi tabung,
fiqih kontemporer,
harapan,
islamologi,
khilafah islamiyah,
perbuatan,
wanita
SONG OF THE DAY
David Archuleta - Let's Talk about Love [ download ]
gambar google |
Allah
senantiasa menciptakan setiap makhluk berpasang-pasangan. Malam dan siang. Kaya
dan miskin. Pintar dan bodoh. Pria dan wanita. Kesemua ciptaanya termaktub
dalam satu tujuan yang jelas miliki manfaat. Bicara tentang manusia yang dalam
dirinya terkandung naluri dan kebutuhan jasmani, tak pelak menyinggung aturan
yang melingkari mereka.
Pria
dan wanita tak serta merta berpasangan dengan sendirinya dan terserah pada
individu. Tapi butuh sebuah ikatan suci untuk mengikat manusia yang disebut
pernikahan. Harapan lain muncul ketika ikatan suci ini telah terikat sempurna.
Memiliki keturunan yang sholeh lagi sholehah. Sungguh bahagia rasanya ketika
impian untuk menjadi orangtua mampu terwujud. Dunia ini bagi mereka,
laksana bulan purnama. Bercahaya dengan sempurna.
Hanya
saja, impian hanya tinggal impian tatkala segala daya dan upaya yang telah
dikerahkan belum juga membuahkan hasil. Banyak pasangan suami istri yang telah
bertahun-tahun menjalani kehidupan berumah tangga, namun belum memiliki
keturunan.
Setiap
cara dikerahkan, mulai dari memancing anak hingga terpikir dalam benak.
Bagaimana dengan cara bayi tabung. Namun, bagaimana pandangan dalam Islam? Pertama,
kita akan melihat fakta bagaimana proses bayi tabung ini bekerja. Ayo di scroll lagi mousenya.
Proses
pembuahan dengan metode bayi tabung antara sel sperma suami dengan sel telur
istri, sesungguhnya merupakan upaya medis untuk memungkinkan sampainya sel
sperma suami ke sel telur istri. Sel sperma tersebut kemudian akan membuahi sel
telur tidak pada tempat alaminya. Karena proses pembuahan terjadi di luar
Rahim. Setelah terjadi pembuahan, barulah diletakkan pada rahim istri dengan
cara tertentu sehingga kehamilan mampu terjadi dalam perut sang istri.
Ada
banyak alasan yang menyebabkan pasutri tidak mampu miliki keturunan, misalnya
karena rusaknya atau tertutupnya saluran indung telur (tuba fallopii) yang membawa sel telur ke Rahim atau karena sel
sperma suami lemah atau tidak mampu menjangkau rahim istri untuk bertemu dengan
sel telur. Inilah yang disebutkan sebagai mandul, kemandulan yang mampu terjadi
pada pihak wanita ataupun pria.
Kesulitan
inilah yang menyebabkan banyak pasutri melirik metode bayi tabung. Mahalnya
biaya tak dipermasalahkan tatkala kekosongan dalam rumah tangga mampu
terpenuhi. Cara yang juga merupakan upaya medis demi terjadinya pembuahan hingga
seorang bayi nantinya dapat dilahirkan secara normal.
Islam
tak melarang proses ini. Karena syara‘ menghukumi dengan kebolehan (ja’iz).
Sebab upaya tersebut adalah upaya untuk mewujudkan apa yang disunnahkan oleh
Islam terkait sebuah pernikahan. Diriwayatkan dari Anas ra bahwa Nabi SAW telah
bersabda:
“Menikahlah kalian dengan perempuan
yang penyayang dan subur (peranak), sebab sesungguhnya aku akan berbangga di
hadapan para nabi dengan banyaknya jumlah kalian pada Hari Kiamat nanti.“
(HR. Ahmad)
Hadits
di atas serta sunnahnya (mandub) berobat merupakan landasan kebolehan
menggunakan metode bayi tabung, di samping dengan bayi tabung dapat mewujudkan
apa yang disunnahkan oleh Islam. Miliki banyak keturunan.
Hanya
saja, perkara bayi tabung yang boleh, hendaknya ditempuh sebagai cara terakhir setelah
tidak mungkin lagi mengusahakan pembuahan secara alami. Kebolehannya pun miliki
syarat yang harus dipatuhi agar semakin sempurna perbuatannya.
Pertama,
laki-laki dan wanita yang akan melakukan metode bayi tabung ini tentu sudah
terikat secara syah melalui pernikahan.
Kedua, sel
sperma harus milik suami dan sel telur harus milik istri. Maka tak dibenarkan
secara agama adanya donor sperma seperti yang terdapat di negara Cina ataupun
Amerika, walaupun sel telur yang telah dibuahi nantinya diletakkan dalam Rahim istri.
Ketiga,
sel telur istri yang sudah terbuahi sel sperma suami harus diletakkan pada
rahim istri. Haram hukumnya bila sel telur istri yang telah terbuahi diletakkan
dalam rahin perempuan lain yang bukan istri, sebutannya adalah “ibu pengganti“
(surrogate mother).
hal di
atas tidak dibenarkan oleh hukum Islam, sebab akan menimbulkan pencampuradukan
dan penghilangan nasab, yang merupakan keharaman dalam Islam. Diriwayatkan dari
Abu Hurairah ra bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ketika turun
ayat li’an:
“Siapa saja perempuan yang
memasukkan kepada suatu kaum nasab (seseorang) yang bukan dari kalangan kaum
itu, maka dia tidak akan mendapat apa pun dari Allah dan Allah tidak akan
pernah memasukkannya ke dalam surga. Dan siapa saja laki-laku yang mengingkari
anaknya sendiri padahal dia melihat (kemiripan)nya, maka Allah akan tertutup
darinya dan Allah akan membeberkan perbuatannya itu di hadapan orang-orang yang
terdahulu dan kemudia (pada Hari Kiamat nanti).“ (HR. Ad-Darimi)
Diriwayatkan
dari Ibnu Abbas ra, dia mengatakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:
“Siapa saja yang menghubungkan nasab kepada orang
yang bukan ayahnya, atau (seorang budak) bertuan (loyal/taat) kepada selain
tuannya, maka dia akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh
manusia.“ (HR. Ibnu Majah)
Terlebih lagi, keharaman di atas mirip dengan
kehamilan dan kelahiran melalui perzinaan, walaupun di dalam prosesnya tidak
terjadi hubungan seksual. Jika keharaman ini terjadi, laki-laki dan perempuan
yang menjalani proses tersebut tidak dijatuhi sanksi bagi pezina. Tidak dirajam
ataupun dicambuk lalu diasingkan. Akan tetapi dijatuhi sanksi berupa ta’jir, yang besarnya diserahkan kepada
kebijaksanaan hakim (qadli).
Post a Comment