0
[Catatan Harian] How I Met Hizbut Tahrir? part 1
Posted by Unknown
on
17:46
in
catatan harian,
hedonisme,
hizbut-tahrir,
kehidupan mahasiswa,
pilihan,
puzzle kehidupan
SONG OF THE DAY
Brother - Teman Sejati [ download ]
Darimana aku harus memulainya? Aku sempat berhenti sejenak untuk mengetukkan
jariku di keyboard laptop. Lalu aku
ingat, di awal blog ini, aku pernah menuliskan sebuah quote yang sebenarnya
merupakan niatan buruk demi menjauh dari kebenaran,
Masih jelas dalam ingatan, saat
kelulusan SMA,
berkata aku pada diri ini,
“Aku ingin menjadi wanita biasa bukan
anggota rohis.
Apalagi seorang aktifis.
Pake celana bukan rok, dan menikmati
masa remaja,
Misalnya mencoba untuk “pacaran” saja.”
Setelah kupikir-pikir, saat itu –kelulusan SMA– aku memang dalam kondisi
labil. Masih melakukan pencarian jati diri. Ingin mencoba sesuatu yang baru. Event is false? Yes. Dan saat itu, hati ini sedang terikat dengan seseorang.
Aku yang mengetahui hukum terkait hukum wanita dan pria, mau tidak mau
memberontak. Tak mengindahkan hukum Allah. Dan penyesalan ini masih membekas hingga kini. Sakit rasanya.
Sedih rasanya saat aku harus meninggalkan keluarga kecilku di Serang. Aku
seperti kehilangan pegangan. Anak ini masih kecil. Tak tahu bagaimana dunia ini
sebenarnya berjalan. Aku sempat menyesal tak mengindahkan ucapan ibu untuk
kuliah di universitas negeri dekat rumah saja. Bahkan saat itu ibu
mengiming-imingi hadiah berupa motor scoopy yang saat itu menjadi budaya pop.
Ayahku meminta bantuan seorang tetangga yang anaknya juga kuliah di
UNPAD demi mencarikanku sebuah tempat untuk tinggal nanti. Dan setelah aku
sadar, aku berada pada sebuah pondokan yang mayoritas aktivis masjid kampus. Alamak,
bagaimana aku akan merealisasikan niatan burukku jika aku tingga di tempat ini.
Walaupun begitu, ada sedikit rasa lega dalam diriku.
Dan jadilah
aku mahasiswa baru, yang juga merasakan OSPEK. Saat itu aku baru dibagi
kelompok dan mendapatkan kakak pendamping kelompok. Mungkin karena penampilanku
yang konservatif. Baju panjang longgar, rok, dan kerudung yang agak panjang. Pendamping
kelompokku kemudian mengatakan kata-kata padaku, “Kalau di sastra minum-minum
itu sudah biasa, apalagi perempuan yang merokok.“ Bayangkan saja apa yang ada
dipikiranku setelah diberitahu tentang hal ini. aku takut dan bergidik ngeri. Imaginasiku
melayang jika-jika aku kedapatan melakukan hal-hal tersebut. Terbayang juga
wajah ayah dan ibu. Aku lemas dan sepanjang waktu terus-menerus menengok jam
agar aku bisa pulang ke tempat kostanku. Setibanya aku dikostan, aku langsung
menangis sejadi-jadinya. Saat itu ada ayah yang mengantarku. Kutumpahkan segalanya.
Aku tak mau sekolah di UNPAD lah, aku ingin pulang lah, aku takut tak bisa
menjaha diri lah, dan sebagainya.
![]() |
bendera ini tergantung di dinding sebelah kamarku |
Setelah
ketakutanku mereda, segera saja aku mencari tempat agar aku tetap terjaga. dimana
lagi jikalau bukan di masjid. Itupun aku mencari dengan hati-hati, karena
berbagai golongan Islam yang ada dikampus. Terutama aku harus berhati-hati
dengan penghuni kostan ini karena aku sempat melihat bendera berlafadz “lailahaillallah...“.
Bendera yang mencirikan sebuah gerakan tertentu. Hizbut Tahrir.
Ingatanku
melayang saat ada undangan sebuah acara keagamaan yang mengatas namakan Hizbut
Tahrir sewaktu SMA. Aku mendiskusikan kepada murobiyahku apakah aku harus datang atau tidak. Dan saat itu beliau
tidak menjawab ya atau tidak, namun dari yang aku tangkap beliau berkeberatan
jika aku ikut. Maka aku tidak ikut.
Kali lain,
ada seorang kakak kelas SMA yang juga melanjutkan studinya di UNPAD. Kami membicarakan
tentang lembaga dakwah kampus di UNPAD. Dan sedikitnya beliau memperingatkan
aku untuk tak menyentuh masjid kampus dan lebih baik untuk bergabung melalui
lembaga dakwah fakultas.
Itulah alasan
kenapa aku berhati-hati dengan tempat kostku. Dan aku berjanji untuk tak
mendekati masjid kampus. Segera saja esoknya aku berlari menuju mushala
fakultas. Berharap untuk menjaga diri ini. Pertama,
dari pergaulan bebas yang aku hindari. Kedua,
dari golongan-golongan Islam yang menyimpang. Harapanku saat itu adalah aku
bersegera untuk mendapat pembinaan. Kembali melingkar dan berbagi ilmu Islam
seminggu sekali seperti yang aku lakukan saat di SMA.
Dan apa
yang terjadi setelah itu? Harapanku tinggal menjadi harapan. Aku ditolak. Katanya,
jika ingin mentoring nanti saja di semester dua. Apa-apaan ini? aku benar-benar
kecewa dibuatnya. Aku lemas. Kemana lagi aku harus mencari tempat untukku
mengkaji Islam? Berikan hamba yang lemah ini petunjuk-Mu.
Post a Comment