0
[Apa Kabar Indonesia] Gambaran Akan Khilafah
Posted by Unknown
on
08:56
in
apa kabar indonesia,
daulah islamiyah,
gambaran,
harapan,
khilafah islamiyah,
ust. taqiyuddin an-nabhani
![]() |
bogotabb.blogspot.com |
Dalam paragraf
pertama pendahuluan kitab Daulah Islamiyah, Ust Taqiyuddin an-Nabhani
menuliskan bahwa, “Generasi sekarang belum pernah menyaksikan Daulah Islam yang
menerapkan Islam. Begitu pula generasi yang hidup pada akhir masa Daulah Islam
(Daulah Utsmaniyah) yang berhasil diruntuhkan Barat. Mereka hanya dapat
menyaksikan sisa-sisa negara tersebut dengan secuil sisa-sisa Pemerintahan
Islam. Karena itu, sulit sekali bagi seorang muslim untuk memproleh gambaran
tentang Pemerintahan Islam yang mendekati fakta sebenarnya sehingga dapat
disimpan dalam benaknya. Anda tidak akan mampu menggambarkan bentuk
pemerintahan tersebut, kecuali dengan standar sistem demokrasi yang rusak yang
anda saksikan, yang dipaksakan atas negri-negri Islam.”
Jika hari ini
masyarakat Indonesia ditanya dengan pertanyaan sederhana ―sederhana karena
sebagai muslim, ia harus tahu― tentang apa itu khilafah?, saya yakin, saya akan
mendapat jawaban yang berbeda. Tapi mengingat peristiwa belakangan ini, saya
yakin sebagian besar masyarakat akan menghubungkan khilafah dengan ISIS, walaupun
opini ini cenderung dipaksakan karena digiring oleh berbagai media nasional.
Hal ini wajar, karena Ustadz pun telah menuliskan di awal pendahuluan bukunya,
bahwa akan sulit bagi kebanyakan kaum muslim kekinian untuk menggambarkan
khilafah bahkan mungkin ada masyarakat yang tidak tahu menau tentang pengertian
khilafah. Hal ini bahkan juga menjadi wajar, karena generasi yang hidup pada
akhir masa Daulah Utsmaniyah pun akan kabur dalam menggambarkan khilafah yang ―akhirnya―
berhasil diruntuhkan Barat dengan berbagai cara dan tipu muslihat.
Jika kita
berbicara tentang sebuah peradaban besar yang kini runtuh, pasti akan
meninggalkan jejak-jejak historis, yang membuktikan bahwa Islam pernah berjaya
dalam wadah institusi negara selama 13 abad di 2/3 belahan dunia. Seperti
peradaban Roma yang meninggalkan colloseumnya,
khilafah juga meninggalkan bangunan-bangunan bersejarah, layaknya hagia Sophia di Turki, atau Universitas
Al-Azhar di Kairo, dsb dsb. Hanya saja bangunan merupakan saksi bisu yang tak
pernah bicara akan kejayaannya di masa lalu, terlebih sisa-sisa bangunan
bersejarah penanda khilafah sudah banyak yang dialih fungsikan. Hagia shopia yang awalnya adalah sebuah
masjid, kini dijadikan museum. Universitas Al-Azhar memang masih belum berubah
fungsi, tapi sangat jauh dengan fakta saat khilafah masih berdiri.
Artinya, kaum
muslim kekinian memang difasilitasi untuk tidak mengenal akan sejarah
kegemilangannya. Di samping banyaknya faktor lain yang menjauhkan
muslim dari kemurnian tsaqofah Islam.
Sampai saat ini saja, saya yang sedang mengkaji terkait khilafah, tak
serta-merta mudah menggambarkannya. Cara paling mudah menggambarkannya kepada
masyarakat tentang khilafah memang menyandarkan pada standar demokrasi dan kebahagiaan
materi. Misalnya, dengan sistem Islam yang sempurna di tegakkan dalam tubuh
daulah khilafah, kita ―warga daulah yang plural, terdiri dari kaum muslim dan
kaum non muslim― akan mendapatkan pendidikan dan kesehatan gratis. Atau negara akan menyediakan
lapangan pekerjaan sehingga kita tidak akan kelaparan. Atau hukum berlaku
seadil-adilnya ―mengingat keputusan MK menolak gugatan Prabowo―. Atau akan
lahir kembali pemimpin sekaliber Umar dan Abu Bakar.
Tidak ada yang
salah memang dengan penggambaran di atas. Hanya saja, kurang tepat. Karena Islam
dan aturannya memang sebuah fitrah yang akan menyejahterakan umat, tidak bisa
disamakan maupun dibandingkan dengan sistem demokrasi yang merupakan buatan
manusia. Maka, saya sepakat dengan pendapat Ustadz, dimana sistem demokrasi
merupakan sistem yang dipaksakan bagi umat Islam.
Oleh karena itu,
dalam buku ini, Ustadz akan menjelaskan, dimana Ustadz menghadirkan data dan
fakta, mengenai berdirinya daulah Islam pertama kali di Madinah hingga
masa-masa keruntuhannya. Nice book! Terutama
bagi kaum muslim yang berpikir.
Post a Comment