0
[Percikan] Arun Gandhi dan Kisah Kejujuran
![]() |
www.thetowerlight.com |
Ada sebuah kisah sejarah yang sempat membuat saya
terharu. Kisah menarik yang mampu membuat saya merasa ketika berpikir. Kisah
ini dituturkan oleh seorang guru besar dunia, cucu dari mendiang Mahatma
Gandhi. Dr. Arun Gandhi namanya, yang bersedia berbagi kisah saat Ayahnya
mendidik beliau. Dan kisah ini pun dimulai.
Kala itu, usia beliau baru menginjak 16 tahun dan tinggal
bersama kedua orang tua di sebuah lembaga yang didirikan oleh kakek beliau,
Mahatma Gandhi. Mereka sekeluarga tinggal di sebuah perkebunan tebu kira-kira
18 mil jauhnya dari kota Durban, Afrika Selatan.
Dapat dibayangkan seberapa terpencilnya rumah beliau
hingga tetanggapun nyaris tak ada. Suatu kebahagiaan bila beliau mempunyai
kesempatan untuk singgah di kota. Untuk sekedar mengunjungi rekan atau hanya
menonton film di bioskop.
Suatu hari, Sang Ayah meminta beliau demi menemani dan
mengantarkannya ke kota. Sang Ayah akan menghadiri sebuah konferensi selama
sehari penuh. Dan kebahagiaan tak terkira pun hinggap menghiasi wajahnya. Ibu
pun meminta beliau demi membeli sederet daftar perlengkapan rumah tangga. Ayah
pun memberikan beberapa tugas kepada beliau, termasuk menservice mobil ke bengkel.
Sang Ayah berpesan untuk menjemput kembali pukul lima.
Beliau pun menyanggupi. Ia mengerjakan semua tugas yang diberikan orang tuanya.
Dengan penuh tanggung jawab. Dengan rasa ikhlas. Dan tibalah beliau ditugas
terakhir, yakni menunggui mobil selesai diservice.
Waktu menunggu tersebut beliau habiskan untuk menonton film di bioskop. Rasanya
tak apa memang, hanya saja hal ini menjadi salah lantaran beliau terlalu asyik
menonton hingga tak tau waktu. Padahal jam kini telah menunjukkan pukul
setengah enam. Waktu yang tidak sesuai dengan janjinya.
Maka detik itu, beliau langsung melompat ke bengkel dan
menjemput ayahnya. Hanya saja ia sudah sangat terlambat. Ayahnya telah menunggu
selama satu jam. Tak salah jika akhirnya Sang Ayah mempertanyakan
keterlambatannya dengan nada khawatir.
Beliau amat bersalah dan malu demi mengatakan sebuah
kejujuran. Ia takut untuk mengakui kekhilafannya yang ingkar pada janji hanya
karena keasyikan menonton di bioskop. Maka yang keluar dari mulutnya adalah
kebohongan. Beliau mengatakan bahwa, mobil Sang Ayah memang memakan waktu lama
untuk diperbaiki. Konsekuensinya, ia pun harus menunggu lama.
Tapi Sang ayah tau bahwa anaknya tengah berbohong,
pasalnya ia sudah terlebih dahulu menelepon bengkel mobil. Tak ada kata-kata
kejam nan memojokkan yang keluar dari mulut Ayah beliau. Ayah menundukkan
wajahnya. Sedih. Ia menatap anaknya lama, sebelum berkata, “Arun, sepertinya
ada sesuatu yang salah dari diri ayah dalam mendidik dan membesarkanmu nak
hingga kamu berani berkata jujur pada ayah. Untuk menghukum kesalahan ayah
selama ini, biarlah ayah pulang dengan berjalan kaki sembari merenungkan di
mana letak kesalahannya.“
Ayah memulai perjalanan pulangnya dengan berjalan kaki. Padahal matahari sudah
memasuki peraduannya. Padahal kondisi jalanan tak lagi mulus. Anak mana yang
sampai hati melihat Ayahnya dalam kondisi demikian. Namun, meskipun beliau
telah menawari ayahnya berkali-kali untuk masuk mobil, Sang Ayah tetap berkeras
untuk berjalan kaki. Beliau menatap nanar punggung sang Ayah sambil tetap mengendari mobil
secara pelan di belakang Ayahnya. Dan air mata pun menetes. Beliau amat menyesal
atas kebohongan bodoh yang telah ia lakukan hingga membuat derita pada diri
Ayahnya.
Sejak saat itu, beliau selalu berkata jujur seumur
hidupnya kepada siapapun. Mungkin, seandainya dahulu Sang Ayah menghukum beliau
atas sebuah kebohongan, atau menghujamkan kata-kata menonjok seperti yang biasa
orang tua lainnya lakukan, beliau akan sakit dan menderita karenanya. Tapi belum
tentu ia akan begitu menyesal hingga ia tak mau lagi berkata bohong dalam
hidupnya.
Namun, dengan satu tindakan mengevaluasi diri yang
dilakukan oleh Sang Ayah, walaupun antimainstream.
Walaupun tanpa amarah ataupun kekerasan. Arun Gandhi merasakan kekuatan yang
luar biasa dalam merubah hidupnya. Hal ini tentu sangat positif dibandingkan
kebanyakan.
Saya tahu bahwa Arun Gandhi sangat bangga memiliki Sang
Ayah yang begitu sangat bijaksana. Tapi saya lebih yakin bahwa orang tua beliau
memiliki kebanggaan luar biasa saat anaknya mampu menjadi seorang anak yang
hebat. Pada saat itulah orang tua beliau telah berhasil mendidik seorang Arun
Gandhi.
Post a Comment